Kamis, 04 Desember 2008

"Jadilah kepadamu menurut imanmu."

"Jadilah kepadamu menurut imanmu."

(Yes 29:17-24; Mat 9:27-31)



“Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya
dari sana, dua orang
buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai
Anak Daud." Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua
orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah
kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami
percaya." Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: "Jadilah
kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka. Dan Yesus pun dengan
tegas berpesan kepada mereka, kata-Nya: "Jagalah supaya jangan seorang pun
mengetahui hal ini." Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh
daerah itu” (Mat 9:27-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

· Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada
Tuhan, dan iman pertama-tama dan terutama harus dihayati atau dilaksanakan
bukan diomongkan atau didiskusikan. Maka marilah kita menghayati iman dalam
hidup sehari-hari, dengan dan dalam iman kita hidup dan bertindak. Rasanya
untuk membiasakan diri dalam hal penghayatan iman pertama-tama dalam hal atau
perkara yang biasa-biasa saja, misalnya dalam hal makan, minum dan tidur, yang
menjadi kegemaran banyak orang. Jika dalam hal atau perkara yang sederhana dan
biasa ini orang tidak menghadapi masalah kiranya dengan mudah ia dapat
menghayati iman dalam hal-hal atau perkara-perkara yang lebih besar dan rumit. Makan
dan minum dengan iman berarti orang dapat menikmati jenis makanan dan minuman
macam apapun asal tidak beracun atau membahayakan kesehatan tubuh. Maklum cukup
banyak orang mengalami kesulitan atau hambatan ketika mereka berada di tempat
lain/asing yang memiliki jenis makanan dan minuman berbeda dengan apa yang
dinikmati setiap harinya. Maka marilah ketika kita berada di tempat lain/asing
disediakan atau dihidangkan makanan dan minuman sesuai kebiasaan atau tradisi
setempat, yang mungkin tidak sesuai dengan selera atau minat pribadi, kita
santap dan nikmati makanan serta minuman tersebut dalam dan dengan iman.
Marilah kita berpedoman: “Jika orang
setempat makan dan minum yang sama tetap sehat dan tidak mati, maka saya makan
dan minum pasti tetap sehat dan segar”. Jika makanan dan minuman tidak
sesuai dengan selera tetapi sehat , maka langsung telan saja tanpa dikunyah dan
percayalah Tuhan menganugerahi ‘mesin penggiling yang luar biasa’ untuk
mengolah makanan dan minuman tersebut demi kesehatan dan kebugaran tubuh kita.
Hal yang sama adalah tidur: ada orang sulit atau tidak dapat tidur ketika ganti
tempat tidur/ditempat lain, yang berarti yang bersangkutan tidak/kurang
beriman. Sekali lagi jika orang tidak mengalami kesulitan atau hambatan dalam
menikmati aneka makanan dan minuman serta tidur, hemat saya yang bersangkutan
selamat, damai sejahtera dan dengan demikian ia dapat dengan semangat iman
hidup bersama, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan baik. “Jadilah kepadamu menurut imanmu”

· “Pada waktu
itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas
dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Orang-orang
yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di
antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus” (Yes 29:18-19), demikian kata-kata hiburan yang penuh
harapan dari Yesaya. Beriman memang harus dilengkapi atau disempurnakan dengan
harapan dan cintakasih. Maka kepada siapapun yang merasa tuli, buta atau sengsara,
entah secara spiritual maupun phisik, kami harapkan untuk tetap bergairah dan
bergembira, ceria. Bukalah hati dan jiwa anda terhadap sapaan dan sentuhan
Allah, agar dalam ketulian dan kebutaan maupun kesengsaraan anda dikuatkan dan
digairahkan olehNya. Untuk itu memang butuh matiraga atau lakutapa, lebih-lebih
secara lahir atau phisik (lihat: Ignatius Loyola, LR no 83-85) , misalnya:
dalam hal makan dan tidur mengurangi apa
yang normal bukan yang berlebihan, dalam hal badan atau tubuh, memberi padanya kesakitan
yang terasa tetapi tidak membahayakan kesehatan tubuh. Tujuan lakutapa lahir
atau matiraga adalah untuk “menyilih
dosa-dosa masa lampau, mengalahkan diri dan mencari dan mendapatkan suatu
rahmat atau anugerah, yang dikehendaki atua diinginkan” (ibid . no 87). Jika
dalam lakutapa lahir orang menghasilkan buah-buah yang diharapkan, maka yang
bersangkutan “akan tambah bersukaria
dalam Tuhan, bersorak-sorai dalam Yang
Mahakudus”. Lakutapa lahir kiranya juga merupakan bentuk cintakasih,
yaitu mengasihi diri sendiri.



“Sesungguhnya,
aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!
Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN
“ (Mzm 27:13-14)



Jakarta, 5 Desember 2008

Tidak ada komentar: