Minggu, 30 November 2008

“Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai”

“Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai”

(Yes 2:1-5; Mat
8:5-11)



“Ketika Yesus masuk ke Kapernaum,
datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya:"Tuan,
hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita."
Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi
jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di
dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab
aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata
kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang
lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka
ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan
berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di
antara orang Israel. Aku berkata
kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama
dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 8:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta Beato Dionisius dan Redemptus,
biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:

· Seorang perwira militer pada umumnya ahli strategi dan
tukang perintah, memerintah kepada anak buahnya, dan dengan demikian juga
dihormati, namun sering kurang memperhatikan para pembantu rumah tangganya.
Dalam Warta Gembira ini kepada kita disajikan seorang perwira yang dengan
rendah hati mohon kepada Yesus untuk menyembuhkan hambanya yang sakit lumpuh
dan sangat menderita dan dengan rendah hati juga ia mengakui bahwa dirinya
sebagai orang berdosa, tidak layak didatangi oleh Tuhan Yesus. Maka Yesus
bersabda: “Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada
seorang pun di antara orang Israel”. Beriman berarti mengakui atau menghayati diri
sebagai di satu sisi yang berdosa dan di
sisi lain yang dirahmati atau dianugerahi oleh Tuhan. Kesadaran dan penghayatan
diri sebagai yang berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai
yang beriman. Maka marilah di masa Adven ini kita memperdalam kebenaran
tersebut. Rasanya berani mengakui dan menghayati sebagai yang berdosa, lemah
dan rapuh pada masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran,
mengingat dan mempertimbangkan begitu banyak orang sombong karena kekayaan,
pangkat/kedudukan/jabatan atau kehormatan duniawi yang dimilikinya. Mengakui
dan mengghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh berarti senantiasa
membuka diri atas berbagai kemungkinan dan kesempatan untuk tumbuh berkembang
sebagai pribadi cerdas beriman alias bersikap mental belajar terus menerus
sampai mati (ongoing education, ongoing
formation). Warta Gembira hari ini juga mengajak kita semua untuk
memperhatikan para hamba atau para pembantu rumah tangga/keluarga atau
komunitas kita masing-masing, sebagaimana dihayati oleh perwira yang dengan
rendah hati menghadap Yesus demi kesembuhan dan keselamatan hambanya yang sakit
lumpuh dan sangat menderita.

· "Mari, kita
naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang
jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan
keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.”(Yes 2:3). Berada di
puncak gunung atau bukit orang akan menyadari dan menghayati diri sebagai yang
kecil, lemah dan rapuh serentak mengagumi dan terhibur oleh kebesaran dan keagungan Allah dalam ciptaan-ciptaanNya,
dalam alam raya yang indah. Maka gunung dan bukit sering menjadi tempat suci,
dimana orang dapat menerima hiburan, pengajaran atau petuah-petuah yang
menyelamatkan dan membahagiakan. Maaf kalau agak porno: ‘gunung atau bukit di
dada perempuan alias buah dada’ rasanya juga menjadi symbol ‘keindahan dan kesucian’. Dari dan melalui buah dada
seorang anak/bayi menerima dan menikmati kasih, hidup dan kebahagiaan luar
biasa. Seorang ibu menyalurkan kasih kepada dan mendidik anak/bayinya dengan dan
dalam menyusui. Marilah kita lihat, sikapi dan nikmati berbagai keindahan
ciptaan Allah di dunia ini sebagai wahana atau jalan untuk semakin mengenal dan
menghayati aneka ajaran atau sabda-sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam
Kitab Suci. Di tempat-tempat atau bagian-bagian tubuh yang indah rasanya kita
dapat melihat dan menikmati karya penyelenggaran Ilahi atau Tuhan, karya atau
jalan yang menumbuh-kembangkan dan menyelamatkan. Di masa Adven ini kita
dipanggil untuk menemukan dan menghayati aneka jalan atau cara untuk
menumbuh-kembangkan iman kita sehingga kita tumbuh berkembang sebagai pribadi
cerdas beriman, semakin mengasihi dan dikasihi oleh Allah maupun sesama.



“Aku bersukacita, ketika dikatakan orang
kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN." Sekarang kaki kami
berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem. Hai Yerusalem, yang telah didirikan
sebagai kota yang bersambung rapat, ke mana suku-suku berziarah, yakni
suku-suku TUHAN, “(Mzm 122:1-4a)



Jakarta, 1 Desember 2008

Tidak ada komentar: