Rabu, 05 November 2008

“Anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak terang.”

“Anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak terang.”

(Flp 3:17-4:1; Luk 16:1-18)



“Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:
"Ada seorang kaya
yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa
bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan
berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan
jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku
memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat,
mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku
dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di
rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada
tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab
orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain
sekarang juga: Lima puluh
tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab
orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, buatlah surat hutang lain:
Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu,
karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik
terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.”(Luk 16:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi atas bacaan-bacaan
hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· “Orang bodoh
dapat menjadi pandai karena uang, sebaliknya orang pandai dapat menjadi bodoh
juga karena uang”, demikian kiranya
yang sering terjadi di dalam kehidupan bersama kita. Namun yang juga terjadi
adalah orang pandai membodohi sesamanya demi uang atau demi keuntungan sendiri.
Kepandaian atau kecerdikan macam itu dapat kita lihat atau cermati dalam diri
para penipu atau penjahat yang dengan halus dan sabar mengelabui korban-korbannya.
Maka benarlah yang disabdakan oleh Yesus bahwa “Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak
terang”. Karena pendidikan dan pembinaan memang kita semua mendambakan diri
sebagai orang yang pandai, cerdik dan cerdas, namun hendaknya juga sekaligus
beriman alias menjadi anak-anak terang, sehingga menjadi cerdas beriman. Sebagai
orang yang cerdas beriman kiranya ketika diberi tugas menjadi bendahara atau
pengelola/pengurus harta benda duniawi, ia akan mengurus dan mengelolanya dengan
baik sebagaimana diharapkan. Kesuksesan atau keberhasilan mengurus atau
mengelola harta benda dengan baik pada masa kini hemat saya merupakan salah
satu bentuk penghayatan iman kemartiran yang mendesak dan up to date, mengingat
masih maraknya korupsi hampir di semua bidang kehidupan bersama di masyarakat
pada saat ini. Untuk itu hemat saya kita masing-masing harus mulai dari diri
kita sendiri: berapa besar atau banyaknya harta benda atau uang yang diserahkan
kepada kita, marilah kita urus atau kelola sebaiknya mungkin, sesuai dengan
maksud pemberi (ad intentio dantis).
Jika kita berhasil dengan baik mengurus atau mengelola yang menjadi milik kita
atau kita kuasai maka kiranya kita memiliki modal kekuatan untuk mengrurus atau
mengelola milik orang lain yang lebih besar. Harta benda/uang adalah ‘jalan ke
neraka atau jalan ke sorga’, marilah kita jadikan ‘jalan ke sorga’.

· “Saudara-saudara
yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga
dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!”(Flp 4:1),
demikian sapaan Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua orang beriman. “Berdiri
dengan teguh dalam Tuhan” adalah cirikhas orang cerdas beriman, ia tidak mudah
tergoyahkan oleh berbagai rayuan atau godaan kenikmatan duniawi yang membuatnya
‘menjauh dari Tuhan maupun sesama atau saudara-saudarinya’. Kita semua adalah
ciptaan Tuhan, dan hanya dapat hidup, tumbuh berkembang menjadi cerdas beriman
jika kita setia berdiri dengan teguh dalam Tuhan. Memang untuk itu kita perlu
membiasakan diri terus menerus berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun;
semakin banyak berbuat baik kepada sesama berarti akan semakin teguh berdiri
dalam Tuhan, sebaliknya orang yang jarang berbuat baik kepada sesamanya pasti
mudah jatuh atau berdosa terus menerus. Apa yang disebut baik senantiasa
berlaku universal dan bersifat menyelamatkan, khususnya keselamatan jiwa. Yang
ideal memang ‘mens sana in corpore
sano’, pengertian/akal budi/jiwa yang
sehat dalam tubuh yang sehat, maka marilah kita serentak merawat, menjaga dan
memperkuat pengertian/akal budi/jiwa dan tubuh kita menjadi segar bugar, sehat
wal’afiat sebagai tanda bahwa kita dengan rendah hati berusaha setia ‘berdiri
dengan teguh dalam Tuhan’. Orang yang demikian senantiasa dinamis dan proaktif
dalam berbuat baik bagi sesamanya dimanapun dan kapanpun.



“Aku
bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah
TUHAN."

( Mzm 122:1)

Jakarta, 7 November 2008

Tidak ada komentar: