Senin, 10 November 2008

“Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”

“Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”

(Tit 2:1-8.11-14; Luk 17:7-10)



"Siapa di antara kamu yang
mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan
berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!
Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku.
Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan
sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada
hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”(Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Martinus dari Tours, Uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

· Martinus adalah seorang perwira militer yang suka
berperang, namun perjumpaan dengan pengemis yang miskin telah merubah atau
mempertobatkannya untuk melepaskan senjata yang mematikan dan menggantikannya
dengan dirinya dalam memerangi aneka ketidak-adilan dan paksaan. Sebagaimana ia
tidak takut berperang yang mengandung ancaman kematian, demikian juga ia tidak
takut, dengan setia dan taat pada kehendak Tuhan, memperjuangkan keadilan serta
memberantas aneka bentuk pemaksaaan. “Kami adalah hamba yang tidak berguna; kami
hanya melakukan apa yang harus kami lakukan”, demikian pesan Yesus yang
kiranya dihayati oleh Martius ketika ia menjadi uskup. Hari Minggu, 19 Oktober
2008 yang lalu saya diundang untuk mempersembahkan Perayaan Ekaristi bersama
Bapak Oey, yang menjadi tahanan KPK di Polda-Jakarta. Ia memperoleh tuduhan
dalam kasus BI, ia adalah salah satu pakar hokum BI. Dalam omongan kami bersama
Bapak Oey bercerita bahwa ia ‘hanya
melakukan apa yang harus dilakukan’, yaitu memberikan sejumlah uang kepada
anggota DPR atas perintah atasan, Aulia Pohan, selaku Deputy Gubernur BI. Semua
Bapak Oey ditahan sebagai saksi yang diharapkan menjernihkan
kesaksian-kesaksian perihal kasus BI, namun belakangan katanya ia menjadi
‘tersangka’ karena melaksanakan perintah atasan, yang nota bene jahat. Dari sisi
hukum pelaksana rasanya tidak salah, namun semuanya telah menjadi permainan
poltik, maka pelaksana pun dapat dijadikan tersangka. Maka becermin dari Warta
Gembira hari ini saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah menjadi
hamba-hamba yang hanya melakukan apa yang harus dilakukan, tentu saja kiranya
pertama-tama dan terutama sebagai hamba Tuhan, yang berarti menjadi pelaksana
kehendak Tuhan. Namun sekiranya terpaksa
menjadi pelaksana dari perintah atasan, yang salah dan jahat, yang telah
menjadi hal umum saat ini, baiklah tetap setia menjadi hamba, antara lain tidak
korupsi atau berkreasi melakukan kejahatan sendiri. Taat dan setia pada atasan
merupakan salah satu bentuk keutamaan tersendiri.

· “Ia mendidik
kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan
supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit 2:12),
demikian peringatan Paulus kepada Titus, kepada kita semua. Dan “beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran
yang sehat”(Tit 2:1). Hidup bijaksana adil dan beribadah di dalam dunia
sekarang ini dengan ajaran yang sehat memang merupakan tuntutan yang harus kita
hayati dan sebarluaskan. Peringatan atau ajakan ini kiranya dapat kita hayati
dengan menghayati dan menyebarkan luaskan keluhuran harkat martabat manusia,
sebagai ciptaan terluhur di dunia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau
citra Allah, sebagaimana telah dihayati dan disebarluaskan oleh St. Martinus
dari Tours. Hidup dan bekerja atau bertugaa apapun hemat saya merupakan ibadah
kepada Allah, maka saudara-saudari dalam hidup dan tugas bersama, tempat hidup
dan kerja/tugas, sarana-prasarana untuk hidup dan bekerja/tugas juga menjadi
rekan tempat dan sarana-prasarana
beribadah. Rasanya ketika orang sedang beribadah bersikap hormat, pasrah dan
hening; sikap yang sama dibutuhkan dalam pergaulan dengan sesama maupun bekerja
atau bertugas bersama. Demikian pula orang merawat dan mengurus dengan baik
aneka sarana-prasarana ibadah, maka juga diharapkan merawat dan mengurus aneka
macam sarana-prasarana kerja atau tugas. Itulah kiranya salah satu bentuk
menghayati dan menyembarluaskan harkat martabat manusia di dalam dunia sekarang ini. Merawat dan mengurus segala sesuatu
dengan baik, sesuai dengan kehendak Tuhan, merupakan tuntutan yang mendesak dan
up to date masa kini, mengingat dan memperhatikan kelemahan banyak orang dalam
perawatan dan pengurusan atau pengelolaan.



“Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah
yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN;
maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu”

(Mzm 37:3-4)

Jakarta, 11 November 2008

Tidak ada komentar: