"Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu"
(1Kor 9:16-19.22b-27; Luk 6:39-42)
"Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: "Dapatkah
orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam
lobang? Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi
barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan
balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah
engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku
mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di
dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah
dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk
mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."(Luk 6:39-42), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
• Laporan pajak tahunan dari `lembaga atau organisasi' hendaknya tidak
tanpa kesalahan, artinya harus dibuat ada kesalahan sedikit, sehingga
pejabat/petugas pemeriksa pajak dapat memberi kritik dan saran dan
dengan demikian nampak lebih bijak. Dalam kunjungan kerja seorang
pemimpin kepada bawahannya harus dapat melihat kekurangan-kekurangan
atau lebih melihat kekurangan daripada kelebihan agar dapat menasihati
atau memberi saran dan dengan demikian sang pemimpin nampak lebih
bijak. Dst.. Sikap mental macam itu rasanya sungguh hidup di dalam
masyarakat kita, sehingga orang dengan mudah melihat kelemahan dan
kekurangan orang lain daripada kekuatan atau kelebihannya. Dengan kata
lain banyak orang lebih bersikap `negative thinking' daripada
`positive thinking'. Jika kita senantiasa bersikap `negative thinking'
maka kita tidak akan tumbuh berkembang sebagaimana kita harapkan atau
dambakan untuk menjadi pribadi cerdas beriman. Maka marilah kita
berantas aneka macam bentuk kemunafikan entah yang ada di dalam diri
kita sendiri maupun orang lain, namun demikian yang utama dan
pertama-tama hendaknya kita tidak munafik dalam kehidupan bersama.
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau
akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata
saudaramu", demikian sabda Yesus. Marilah kita jernihkan, bersihkan
mata hati, jiwa, aka budi dan tubuh kita, agar kita dapat melihat
segala sesuatu dengan jelas dan cermat serta tepat. Hemat saya di
dalam diri kita maupun saudara-saudari kita terdapat lebih banyak
kekuatan daripada kelemahan, kelebihan daripada kekurangan. Ingat
bahwa kita diciptakan oleh Allah untuk memuji, menghormati dan
mengabdi Allah, dan tentu saja antara lain dengan memuji, menghormati
dan mengabdi sesama atau saudara-saudari kita. Kita akan dapat saling
memuji, menghormati dan mengabdi jika kita saling melihat kekuatan dan
kelebihan yang ada didalam diri kita. Dengan saling memuji,
menghormati dan mengabdi maka kita akan tumbuh berkembang menjadi
pribadi cerdas beriman.
• "Jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk
memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku,
jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya
menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi
karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan
itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau
demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan
Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai
pemberita Injil" (1Kor 9:16-18), demikian kesaksian Paulus kepada umat
di Korintus, kepada kita semua orang beriman. "Injil" adalah warta
atau kabar gembira, maka memberitakan Injil berarti mewartakan,
mengabarkan, menyamapaikan atau memaklumkan apa yang menggembirakan
dan menyelamatkan. Upah untuk itu yang utama dan pertama-tama adalah
gembira dan selamat, melebihi aneka macam bentuk upah atau imbal jasa
lainnya. Jika kita menjadi gembira dan selamat kita juga tidak boleh
memegahkan diri atau menjadi sombong, melainkan tetap rendah hati,
karena kegembiraan dan keselamatan tersebut adalah anugerah Allah,
bukan semata-mata hasil kerja atau usaha kita orang yang lemah dan
rapuh ini. Bahwa kita juga dapat mewartakan kegembiraan dan kebaikan
kiranya juga merupakan anugerah Allah. Apa yang indah, baik, luhur dan
mulia adalah anugerah atau karya Allah. Gembira dan selamat kiranya
merupakan dambaan atau kerinduan semua orang, maka marilah kita dengan
rendah hati saling menggembirakan dan menyelamatkan. Jika kita
senantiasa dalam keadaan gembira, maka kita dapat menghadapi segala
sesuatu di dunia ini, entah pekerjaan, tugas, tantangan atau hambatan.
Belajar atau bekerja dengan gembira akan ringan adanya, dan kita tidak
akan merasa lelah, bosan atau frustrasi.
"Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan
dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.Bahkan burung pipit
telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang,
tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta
alam, ya Rajaku dan Allahku! Berbahagialah orang-orang yang diam di
rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Berbahagialah manusia
yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah
"(Mzm 84:3-6)
Jakarta, 12 September 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar