“Mereka mengira bahwa Ia adalah hantu”
(1Yoh 4:11-18;
Mrk 6:45-52)
“Sesudah itu Yesus segera memerintahkan
murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke
Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Setelah Ia berpisah
dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa. Ketika hari sudah malam perahu itu
sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat. Ketika Ia melihat
betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga
malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati
mereka. Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia
adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, sebab mereka semua melihat Dia dan
mereka pun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka:
"Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Ia naik ke perahu
mendapatkan mereka, dan angin pun redalah. Mereka sangat tercengang dan
bingung, sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati
mereka tetap degil” (Mrk 6:45-52), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
·
Orang yang sedang
dalam ketakutan, bingung atau frustrasi pada umumnya tidak tajam melihat atau mendengarkan
sesuatu, bahkan apa yang dilihat atau didengarkannya sering membuat semakin
takut, bingung atau frustrasi. Itulah kiranya yang dialami oleh para rasul,
yang kurang beriman, ketika di tengah malam di tengah danau diombang-ambingkan
angin sakal, yang mengira Yesus adalah hantu. Namun ketika Yesus brrsabda :”Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”, angina
sakal pun reda dan mereka menjadi tenang. Maka bercermin dari pengalaman para
rasul tersebut kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian: hendaknya tidak
perlu takut atau bingung ketika harus menghadapi aneka macam masalah atau
tantangan kehidupan, melainkan tenanglah. Orang yang takut dan bingung memang
akan menjadi ‘buta’ alias kurang peka, tajam dan cermat melihat atau menghadapi
segala sesuatu, dan ketika bertindak pasti akan merusak. Sebaliknya jika kita
tetap tenang yang berarti ‘ati wening’
(berhati jernih), maka kita akan dapat melihat segala sesuatu dengan tajam,
cermat dan tepat,, siapa itu sesama kita, siapa itu Tuhan dan apa itu harta
benda, sehingga dapat bertindak atau berperilaku benar dan menyelamatkan atau
membahagiakan. Ingatlah dan sadarilah serta hayatilah bahwa Tuhan senantiasa
hadir dan berkarya dalam kebersamaan maupun kerja kita dimanapun dan kapanpun.
Kehadiran dan karyaNya dapat kita lihat dan nikmati dalam apa yang baik, luhur,
mulia dan benar dalam lingkungan hidup kita, dan memang hanya dapat kita lihat
dan nikmati ketika kita dalam ketenangan atau keheningan. Percayalah dan
imanilah bahwa apa yang baik, luhur, mulia dan benar di lingkungan hidup kita
lebih banyak daripada apa yang tidak baik, jahat atau amburadul.
·
“Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih
yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan
barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh 4:18), demikain pesan atau nasihat Yohanes kepada kita
semua. Dekatilah, sapalah dan perlakukanlah segala sesuatu dalam dan oleh
kasih. Binatang buas atau berbisa pun dapat ditaklukkan dan menjadi sahabat
kita ketika didekati, diperlakukan dalam dan oleh kasih, sebagaimana telah
dihayati oleh para ‘pawang’. Tanaman atau aneka jenis tumbuhan dapat hidup,
tumbuh berkembang dengan baik ketika dirawat dengan penuh cintakasih. Memang
aneh dan nyata apa yang sering terjadi: orang lebih mengasihi binatang, tanaman
atau harta benda daripada manusia. Kasih memang sungguh menghancurkan aneka
macam bentuk ketakutan, maka dekatilah, sapalah dan sentuhlah segala sesuatu
yang nampak atau dirasa menakutkan dalam dan oleh kasih, karena segala sesuatu
ada, diadakan atau diciptakan dalam dan oleh kasih, dan hanya dapat tumbuh
berkembang dalam dan oleh kasih. Yang sering terjadi dan memprihatinkan adalah
orang takut untuk dioperasi, takut disuntik oleh dokter dst.., padahal yang
bersangkutan sakit. Takut sebenarnya berarti ‘kalah sebelum perang’ dan tidak
hidup dalam dan oleh kasih, dan dengan demikian orang yang bersangkutan
terhukum dengan.sendirinya, alias menghukum atau menyengsara-kan diri sendiri.
Maka dengan ini kami berharap dan berpesan: para pelajar atau mahasiswa
hendaknya jangan takut menghadapi ulangan umum atau ujian, mereka yang sedang
sakit hendaknya jangan takut berobat, ketika berjalan sendirian atau tinggal di
rumah sendirian tidak perlu takut, dst… Pendek kata dekatilah dan perlakukanlah
segala sesuatu dengan ‘bahasa kasih’ dan mungkin hanya melalui ‘bahasa tubuh’,
tanpa kata-kata, misalnya dengan membelai, mencium, meraba, dst.., atau gerakan
anggota tubuh kita.
“Kiranya semua raja sujud menyembah
kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! Sebab ia akan melepaskan orang
miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak
punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan
menyelamatkan nyawa orang miskin”
(Mzm 72:11-13)
Jakarta, 7 Januari 2009
Senin, 15 Desember 2008
“Sesungguhnya pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Zef 3:1-2.9-13; Mat 21:28-32)
“Sesungguhnya pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
(Zef 3:1-2.9-13; Mat 21:28-32)
"Tetapi apakah pendapatmu tentang
ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan
berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak
itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang
kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi
kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang
melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata
Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut
cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam
Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran
kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya,
tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Mat 21:28-32),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Para
pejabat tinggi atau wakil rakyat dll., ketika sedang mengangkat sumpah jabatan
dengan lantang dan tegas berjanji untuk mengabdi atau melayani rakyat, namun
dalam pelaksanaan kerja sehari-hari sering lebih mengabdi atasan atau pejabat
daripada rakyat. Sebaliknya entah secara pribadi atau organisatoris, yang pada
umumnya adalah rakyat biasa, tanpa bersumpah mereka dalam pelayanan atau
kesibukan sehari-hari senantiasa hidup bersama dan demi rakyat, terutama yang
miskin dan berkekurangan. Erosi sikap mental atau pengahayatan sumpah jabatan
mulai memudar pada umumnya terjadi ketika didekati oleh para kongklomerat atau
pengusaha yang kaya raya, dan demikian terjadilah kolusi antara pejabat dan
pengusaha untuk saling memperkaya diri dan melupakan kepentingan rakyat atau
orang kebanyakan. Maka benarlah apa yang
disabdakan oleh Yesus bahwa “sesungguhnya
pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Para pemungut cukai
atau pegawai pajak dan perempuan sundal alias pelacur sering harus bertindak
tidak sesuai dengan aturan atau tatanan hidup yang berlaku karena terpaksa,
mereka bertindak demikian karena memperoleh tekanan dari atasan/pejabat tinggi
atau menjadi korban pelecehan seks oleh mereka yang berduit/kaya akan uang.
Maka mereka ketika ada kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat atau
memperharui diri lebih mudah daripada para pejabat tinggi. Keunggulan hidup
beriman atau beragama terletak dalam penghayatan atau pelaksanaan bukan dalam
omongan atau upacara formal/liturgis. Marilah membuka hati, jiwa, akal budi dan
tubuh atau tenaga kita terhadap ‘tawaran-tawaran jalan kebenaran’ yang
mendatangi atau disampaikan kepada kita melalui berbagai kesempatan. Ketika ada
tawaran untuk berbuat baik, tanpa pikir panjang atau diskusi, hendaknya
langsung dilaksanakan atau dikerjakan.
· “Di antaramu
akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan
mencari perlindungan pada nama TUHAN” (Zef 3:12). Kutipan ini kiranya baiik menjadi permenungan atau
refleksi kita. Marilah kita buka ‘mata’ kita untuk melihat umat atau
saudara-saudari kita yang rendah hati dan lemah, antara lain para pembantu
rumah tangga atau pengemis, yang memang sedang ‘mencari perlindungan pada nama Tuhan’ melalui siapapun yang baik dan murah hati.
Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk menjadi ‘pemurah’ yaitu orang yang
memiliki “sikap dan perilaku yang murah
hati, pengasih dan penyayang” (Prof Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 21). Murah hati
berarti menjual hatinya dengan harga murah alias senantiasa memberi perhatian
kepada siapapun terutama yang lemah, miskin dan berkekurangan.Kemurahan hatinya
diwujudkan secara konkret dengan memberi sapaan, sentuhan, ciuman, makanan atau
minuman, pakaian dst.., sesuai dengan apa yang sungguh dibutuhkan oleh mereka
yang lemah, miskin dan berkekurangan. Marilah menjadi ‘tangan-tangan Tuhan’
dengan mengulurkan kasih dan bantuan kepada mereka yang sungguh membutuhkan:
pertama-tama dan terutama mereka yang dekat dengan kita, entah dalam satu
keluarga, kampong/RT/RW atau lingkungan tempat kerja, dst.. Hendaknya juga
jangan menjadikan mereka yang lemah dan miskin untuk memperkaya diri, yang
sering dilakukan oleh aneka paguyuban atau organisasi: menjadikan orang lemab
dan miskin untuk mencari proyek bantuan dan setelah bantuan diterima dinikmati
sendiri dan tidak diteruskan kepada mereka yang berhak.
“Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka
mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang
tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala
kesesakannya Wajah TUHAN menentang
orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari
muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar,
dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya” (Mzm 34:6-7.17-18)
Jakarta, 16 Desember 2008
masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
(Zef 3:1-2.9-13; Mat 21:28-32)
"Tetapi apakah pendapatmu tentang
ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan
berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak
itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang
kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi
kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang
melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata
Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut
cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam
Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran
kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya,
tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Mat 21:28-32),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Para
pejabat tinggi atau wakil rakyat dll., ketika sedang mengangkat sumpah jabatan
dengan lantang dan tegas berjanji untuk mengabdi atau melayani rakyat, namun
dalam pelaksanaan kerja sehari-hari sering lebih mengabdi atasan atau pejabat
daripada rakyat. Sebaliknya entah secara pribadi atau organisatoris, yang pada
umumnya adalah rakyat biasa, tanpa bersumpah mereka dalam pelayanan atau
kesibukan sehari-hari senantiasa hidup bersama dan demi rakyat, terutama yang
miskin dan berkekurangan. Erosi sikap mental atau pengahayatan sumpah jabatan
mulai memudar pada umumnya terjadi ketika didekati oleh para kongklomerat atau
pengusaha yang kaya raya, dan demikian terjadilah kolusi antara pejabat dan
pengusaha untuk saling memperkaya diri dan melupakan kepentingan rakyat atau
orang kebanyakan. Maka benarlah apa yang
disabdakan oleh Yesus bahwa “sesungguhnya
pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Para pemungut cukai
atau pegawai pajak dan perempuan sundal alias pelacur sering harus bertindak
tidak sesuai dengan aturan atau tatanan hidup yang berlaku karena terpaksa,
mereka bertindak demikian karena memperoleh tekanan dari atasan/pejabat tinggi
atau menjadi korban pelecehan seks oleh mereka yang berduit/kaya akan uang.
Maka mereka ketika ada kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat atau
memperharui diri lebih mudah daripada para pejabat tinggi. Keunggulan hidup
beriman atau beragama terletak dalam penghayatan atau pelaksanaan bukan dalam
omongan atau upacara formal/liturgis. Marilah membuka hati, jiwa, akal budi dan
tubuh atau tenaga kita terhadap ‘tawaran-tawaran jalan kebenaran’ yang
mendatangi atau disampaikan kepada kita melalui berbagai kesempatan. Ketika ada
tawaran untuk berbuat baik, tanpa pikir panjang atau diskusi, hendaknya
langsung dilaksanakan atau dikerjakan.
· “Di antaramu
akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan
mencari perlindungan pada nama TUHAN” (Zef 3:12). Kutipan ini kiranya baiik menjadi permenungan atau
refleksi kita. Marilah kita buka ‘mata’ kita untuk melihat umat atau
saudara-saudari kita yang rendah hati dan lemah, antara lain para pembantu
rumah tangga atau pengemis, yang memang sedang ‘mencari perlindungan pada nama Tuhan’ melalui siapapun yang baik dan murah hati.
Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk menjadi ‘pemurah’ yaitu orang yang
memiliki “sikap dan perilaku yang murah
hati, pengasih dan penyayang” (Prof Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 21). Murah hati
berarti menjual hatinya dengan harga murah alias senantiasa memberi perhatian
kepada siapapun terutama yang lemah, miskin dan berkekurangan.Kemurahan hatinya
diwujudkan secara konkret dengan memberi sapaan, sentuhan, ciuman, makanan atau
minuman, pakaian dst.., sesuai dengan apa yang sungguh dibutuhkan oleh mereka
yang lemah, miskin dan berkekurangan. Marilah menjadi ‘tangan-tangan Tuhan’
dengan mengulurkan kasih dan bantuan kepada mereka yang sungguh membutuhkan:
pertama-tama dan terutama mereka yang dekat dengan kita, entah dalam satu
keluarga, kampong/RT/RW atau lingkungan tempat kerja, dst.. Hendaknya juga
jangan menjadikan mereka yang lemah dan miskin untuk memperkaya diri, yang
sering dilakukan oleh aneka paguyuban atau organisasi: menjadikan orang lemab
dan miskin untuk mencari proyek bantuan dan setelah bantuan diterima dinikmati
sendiri dan tidak diteruskan kepada mereka yang berhak.
“Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka
mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang
tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala
kesesakannya Wajah TUHAN menentang
orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari
muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar,
dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya” (Mzm 34:6-7.17-18)
Jakarta, 16 Desember 2008
Minggu, 14 Desember 2008
"Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?”
"Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?”
(Bil 24:2-7,15-17; Mat 21:23-27)
“Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan
ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa
Yahudi kepada-Nya, dan bertanya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan
hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?" Jawab
Yesus kepada mereka: "Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu
dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu
dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes?
Dari sorga atau dari manusia?" Mereka memperbincangkannya di antara
mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata
kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? Tetapi
jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada orang banyak, sebab semua
orang menganggap Yohanes ini nabi." Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami
tidak tahu." Dan Yesus pun berkata kepada mereka: "Jika demikian, Aku
juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.” (Mat 21:23-27),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Jika ada tokoh baru dan muda muncul, lebih berwibawa
dan berpengaruh dalam kehidupan bersama, entah hidup bermasyarakat, bernegara,
berbangsa atau beragama, maka tokoh-tokoh lama yang lebih tua sering merasa
tersaing dan tersingkirkan dan kemudian berusaha menjatuhkan tokoh baru yang
muncul dengan berbagai pertanyaan. Itulah kiranya yang terjadi secara
sosio-politis apa yang diwartakan dalam bacaan Injil hari ini ketika ‘imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi’ menyampaikan
pertanyaan kepada Yesus "Dengan
kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa
itu kepada-Mu?". Pertanyaan tersebut bukan karena kebodohan atau
ketidak-tahuan mereka, melainkan dimasudkan untuk menjatuhkan Yesus, maka
Yesuspun juga tidak menjawab pertanyaan mereka, bahkan menyampaikan pertanyaan
kepada mereka: “Dari manakah baptisan
Yohanes? Dari sorga atau dari m,anusia?”. Mereka tidak berani menjawab
karena takut. Baiklah bercermin dari dialog antara Yesus dengan imam-imam
kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di atas, kami mengajak anda sekalian sbb:
marilah kita terbuka terhadap aneka macam bentuk pembaharuan yang muncul atau
ada di sekitar kita, apalagi apa yang baru tersebut sungguh berpengaruh dan
bermanfaat bagi masyarakat umum atau orang kebanyakan/rakyat., entah datangnya
dari yang tua atau yang muda. Pada umum pembaharuan memang datang dari yang
kemudian, yang lebih muda, maka berilah kesempatan kepada mereka yang lebih
muda untuk lebih berperan dan berfungsi di dalam kehidupan dan kerja bersama.
Sadari dan hayati bahwa segala bentuk atau usaha pembaharuan yang bermanfaat
bagi orang banyak atau rakyat atau kebaikan umum adalah berasal dari Allah atau
sorga, sebagai persiapan diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia untuk
menyelamatkan seluruh dunia seisinya.
· "Tutur kata
Bileam bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya; tutur kata orang yang
mendengar firman Allah, dan yang beroleh pengenalan akan Yang Mahatinggi, yang
melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa, sambil rebah, namun dengan mata
tersingkap” (Bil 24:15-16). Kutipan ini layak menjadi permenungan atau
refleksi kita. Apa yang baik indah, luhur dan mulia adalah berasal dari Allah,
dan ada dimana-mana, di dalam seluruh ciptaanNya, entah dalam binatang,
tanaman, manusia atau di langit dan alam raya. Maka dalam rangka mempersiapkan
diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia ini, marilah kita lihat dan
imani apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar kita, terutama
atau pertama-tama dalam diri sesama manusia. Dengan kata lain marilah kita
berpikir positif terhadap sesama manusia; kita sinerjikan apa yang baik, indah,
luhur dan mulia yang ada dalam diri kita masing-masing untuk membangun dan
mengembangkan hidup bersama yang damai sejahtera, persaudaraan atau
persahabatan sejati, yang dambakan oleh seluruh umat manusia. Rasanya apa yang
baik, indah, luhur dan mulia lebih-lebih ada dalam diri anak-anak atau generasi
muda daripada dalam diri orangtua. Perhatikan dan cermati keceriaan, kegairahan
dan kelincahan anak-anak, yang jarang marah dan menggerutu atau mengeluh serta
penuh dengan harapan bagi masa depan alias siap sedia untuk diperbaharui. Jika
ada mampu mengimani keceriaan, kegairahan, keincahan dan keterbukaan anak-anak
sebagai yang berasal dari Allah, maka mata hati anda akan lebih terbuka untuk
melihat apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar anda, di
dalam masyarakat maupun di tempat kerja.
“Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih
setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku
pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi
ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya
TUHAN.TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang
yang sesat.Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia
mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati “ (Mzm 25:6-9) .
Jakarta, 15 Desember 2008.
(Bil 24:2-7,15-17; Mat 21:23-27)
“Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan
ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa
Yahudi kepada-Nya, dan bertanya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan
hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?" Jawab
Yesus kepada mereka: "Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu
dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu
dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes?
Dari sorga atau dari manusia?" Mereka memperbincangkannya di antara
mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata
kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? Tetapi
jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada orang banyak, sebab semua
orang menganggap Yohanes ini nabi." Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami
tidak tahu." Dan Yesus pun berkata kepada mereka: "Jika demikian, Aku
juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.” (Mat 21:23-27),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Jika ada tokoh baru dan muda muncul, lebih berwibawa
dan berpengaruh dalam kehidupan bersama, entah hidup bermasyarakat, bernegara,
berbangsa atau beragama, maka tokoh-tokoh lama yang lebih tua sering merasa
tersaing dan tersingkirkan dan kemudian berusaha menjatuhkan tokoh baru yang
muncul dengan berbagai pertanyaan. Itulah kiranya yang terjadi secara
sosio-politis apa yang diwartakan dalam bacaan Injil hari ini ketika ‘imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi’ menyampaikan
pertanyaan kepada Yesus "Dengan
kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa
itu kepada-Mu?". Pertanyaan tersebut bukan karena kebodohan atau
ketidak-tahuan mereka, melainkan dimasudkan untuk menjatuhkan Yesus, maka
Yesuspun juga tidak menjawab pertanyaan mereka, bahkan menyampaikan pertanyaan
kepada mereka: “Dari manakah baptisan
Yohanes? Dari sorga atau dari m,anusia?”. Mereka tidak berani menjawab
karena takut. Baiklah bercermin dari dialog antara Yesus dengan imam-imam
kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di atas, kami mengajak anda sekalian sbb:
marilah kita terbuka terhadap aneka macam bentuk pembaharuan yang muncul atau
ada di sekitar kita, apalagi apa yang baru tersebut sungguh berpengaruh dan
bermanfaat bagi masyarakat umum atau orang kebanyakan/rakyat., entah datangnya
dari yang tua atau yang muda. Pada umum pembaharuan memang datang dari yang
kemudian, yang lebih muda, maka berilah kesempatan kepada mereka yang lebih
muda untuk lebih berperan dan berfungsi di dalam kehidupan dan kerja bersama.
Sadari dan hayati bahwa segala bentuk atau usaha pembaharuan yang bermanfaat
bagi orang banyak atau rakyat atau kebaikan umum adalah berasal dari Allah atau
sorga, sebagai persiapan diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia untuk
menyelamatkan seluruh dunia seisinya.
· "Tutur kata
Bileam bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya; tutur kata orang yang
mendengar firman Allah, dan yang beroleh pengenalan akan Yang Mahatinggi, yang
melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa, sambil rebah, namun dengan mata
tersingkap” (Bil 24:15-16). Kutipan ini layak menjadi permenungan atau
refleksi kita. Apa yang baik indah, luhur dan mulia adalah berasal dari Allah,
dan ada dimana-mana, di dalam seluruh ciptaanNya, entah dalam binatang,
tanaman, manusia atau di langit dan alam raya. Maka dalam rangka mempersiapkan
diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia ini, marilah kita lihat dan
imani apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar kita, terutama
atau pertama-tama dalam diri sesama manusia. Dengan kata lain marilah kita
berpikir positif terhadap sesama manusia; kita sinerjikan apa yang baik, indah,
luhur dan mulia yang ada dalam diri kita masing-masing untuk membangun dan
mengembangkan hidup bersama yang damai sejahtera, persaudaraan atau
persahabatan sejati, yang dambakan oleh seluruh umat manusia. Rasanya apa yang
baik, indah, luhur dan mulia lebih-lebih ada dalam diri anak-anak atau generasi
muda daripada dalam diri orangtua. Perhatikan dan cermati keceriaan, kegairahan
dan kelincahan anak-anak, yang jarang marah dan menggerutu atau mengeluh serta
penuh dengan harapan bagi masa depan alias siap sedia untuk diperbaharui. Jika
ada mampu mengimani keceriaan, kegairahan, keincahan dan keterbukaan anak-anak
sebagai yang berasal dari Allah, maka mata hati anda akan lebih terbuka untuk
melihat apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar anda, di
dalam masyarakat maupun di tempat kerja.
“Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih
setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku
pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi
ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya
TUHAN.TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang
yang sesat.Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia
mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati “ (Mzm 25:6-9) .
Jakarta, 15 Desember 2008.
Kamis, 11 Desember 2008
“Hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya”
“Hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya”
(Yes 48:17-19; Mat 11:16-19)
“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan
ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada
teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami
menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia
tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian
Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia
seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi
hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.” (Mat 11:16-19), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Kalau tinggal di rumah terus dikomentari tidak
bekerja, sebaliknya ketika banyak meninggalkan rumah alias sering bepergian
dikomentari tidak kerasan tinggal di rumah, dst..”, begitulah sering kita
dengar kritik atau komentar, mungkin merupakan perhatian atau asal komentar
alias yang bersangkutan memang memiliki kebiasaan menilai, mengritik atau
mengomentari orang lain. Mereka tidak mau bertanya atau memahami apa yang
dilakukan orang lain, namun hanya melihat sekilas apa yang terjadi atau dilakukan.
“Hikmat Allah dibenarkan oleh
perbuatannya”, demikian sabda Yesus. Maka marilah kita menilai atau
menyikapi sesama atau saudara-saudari kita setelah dengan cermat melihat apa
yang dibuatnya alias setelah mereka mengakhiri kegiatannya bukan sebelumnya. Sebaliknya
kita sendiri masing-masing hendaknya lebih mengutamakan perbuatan atau perilaku
daripada omongan atau wacana. Renungkan dan hayati pemahaman ini :” Sesungguhnya pengertian budi pekerti yang
paling hakiki adalah perilaku. Sebagai
perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku” (Prof
Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 4). Bukanlah perilaku seseorang tidak mungkin dinilai
dari/ melalui pengamatan sesaat atau
sebentar saja? Maka hendaknya dalam
menilai, memberi saran, menasihati atau mengritik orang lain, dengarkan dengan
rendah hati dahulu pengalaman-pengalaman kerja atau usahanya: pujilah apa yang
baik dan luruskan dengan rendah hati apa yang dinilai tidak baik. Evaluasi,
refleksi atau mawas diri merupakan keutamaan yang harus menjadi kebiasaan
penghayatan hidup dan cara bertindak kita, sebagaimana menjadi kebiasaan
mengadakan ‘pemeriksaan batin’ setiap hari di akhir hari/kegiatan atau
menjelang istirahat/tidur malam.
· "Akulah
TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang
menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan
perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak
pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti
gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan
seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan
dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku.”(Yes 48:17-19). Marilah kita lihat, kenangkan, renungkan dan hayati
perintah-perintah Tuhan kepada kita, sesuai dengan panggilan dan tugas
pengutusan kita masing-masing. Semua perintah kiranya dapat dipadatkan menjadi
perintah untuk ‘saling mengasihi’, maka baiklah kita mawas diri perihal
perintah ‘saling mengasihi’. ”Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7), demikian ajaran kasih dari
Paulus. Dari ajaran kasih di atas ini kiranya yang mendesak dan up to date
untuk kita hayati dan sebarluaskan adalah ‘tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain’, mengingat dan
memperhatikan begitu banyak orang menyimpan kesalahan sesamanya, yang
berkembang menjadi marah atau bermusuhan. Marah berarti melecehkan atau
merendahkan yang lain, melanggar hak azasi manusia/harkat martabat manusia.
Pemarah hemat saya identik dengan orang sombong. Hendaknya jangan menyimpan
kesalahan orang lain, tetapi simpan dan angkat kembali kebaikan-kebaikan yang
lain. Marilah berpikir positif terhadap sesama dan saudara-saudari kita, yang
berarti senantiasa melihat, mengakui dan mengimani kebaikan-kebaikan orang lain
dan dengan demikian kita akan menikimati damai sejahtera lahir dan batin,
jasmani dan rohani.
“Berbahagialah orang yang tidak berjalan
menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan
yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat
TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang
ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang
tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm 1:1-3)
Jakarta, 12 Desember 2008
(Yes 48:17-19; Mat 11:16-19)
“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan
ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada
teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami
menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia
tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian
Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia
seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi
hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.” (Mat 11:16-19), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Kalau tinggal di rumah terus dikomentari tidak
bekerja, sebaliknya ketika banyak meninggalkan rumah alias sering bepergian
dikomentari tidak kerasan tinggal di rumah, dst..”, begitulah sering kita
dengar kritik atau komentar, mungkin merupakan perhatian atau asal komentar
alias yang bersangkutan memang memiliki kebiasaan menilai, mengritik atau
mengomentari orang lain. Mereka tidak mau bertanya atau memahami apa yang
dilakukan orang lain, namun hanya melihat sekilas apa yang terjadi atau dilakukan.
“Hikmat Allah dibenarkan oleh
perbuatannya”, demikian sabda Yesus. Maka marilah kita menilai atau
menyikapi sesama atau saudara-saudari kita setelah dengan cermat melihat apa
yang dibuatnya alias setelah mereka mengakhiri kegiatannya bukan sebelumnya. Sebaliknya
kita sendiri masing-masing hendaknya lebih mengutamakan perbuatan atau perilaku
daripada omongan atau wacana. Renungkan dan hayati pemahaman ini :” Sesungguhnya pengertian budi pekerti yang
paling hakiki adalah perilaku. Sebagai
perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku” (Prof
Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 4). Bukanlah perilaku seseorang tidak mungkin dinilai
dari/ melalui pengamatan sesaat atau
sebentar saja? Maka hendaknya dalam
menilai, memberi saran, menasihati atau mengritik orang lain, dengarkan dengan
rendah hati dahulu pengalaman-pengalaman kerja atau usahanya: pujilah apa yang
baik dan luruskan dengan rendah hati apa yang dinilai tidak baik. Evaluasi,
refleksi atau mawas diri merupakan keutamaan yang harus menjadi kebiasaan
penghayatan hidup dan cara bertindak kita, sebagaimana menjadi kebiasaan
mengadakan ‘pemeriksaan batin’ setiap hari di akhir hari/kegiatan atau
menjelang istirahat/tidur malam.
· "Akulah
TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang
menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan
perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak
pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti
gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan
seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan
dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku.”(Yes 48:17-19). Marilah kita lihat, kenangkan, renungkan dan hayati
perintah-perintah Tuhan kepada kita, sesuai dengan panggilan dan tugas
pengutusan kita masing-masing. Semua perintah kiranya dapat dipadatkan menjadi
perintah untuk ‘saling mengasihi’, maka baiklah kita mawas diri perihal
perintah ‘saling mengasihi’. ”Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7), demikian ajaran kasih dari
Paulus. Dari ajaran kasih di atas ini kiranya yang mendesak dan up to date
untuk kita hayati dan sebarluaskan adalah ‘tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain’, mengingat dan
memperhatikan begitu banyak orang menyimpan kesalahan sesamanya, yang
berkembang menjadi marah atau bermusuhan. Marah berarti melecehkan atau
merendahkan yang lain, melanggar hak azasi manusia/harkat martabat manusia.
Pemarah hemat saya identik dengan orang sombong. Hendaknya jangan menyimpan
kesalahan orang lain, tetapi simpan dan angkat kembali kebaikan-kebaikan yang
lain. Marilah berpikir positif terhadap sesama dan saudara-saudari kita, yang
berarti senantiasa melihat, mengakui dan mengimani kebaikan-kebaikan orang lain
dan dengan demikian kita akan menikimati damai sejahtera lahir dan batin,
jasmani dan rohani.
“Berbahagialah orang yang tidak berjalan
menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan
yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat
TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang
ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang
tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm 1:1-3)
Jakarta, 12 Desember 2008
Selasa, 09 Desember 2008
“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu,”
“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu,”
(Yes 40:25-31; Mat 11:28-30)
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih
lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang
Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan
jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku
pun ringan.”(Mat 11:28-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Mengapa orang mempunyai ‘isteri atau suami kedua’ atau
WIL atau PIL? , dan orang akan lebih mesra dengan WIL atau PIL-nya daripada
dengan isteri atau suaminya sendiri? Apakah isteri kurang cantik atau suami
kurang tampan? Yang terjadi kiranya entah isteri atau suami membuat ‘letih lesu dan berbeban berat’ karena rewel,
cerewet, aneh-aneh serta menuntut tanggungjawab; sementara itu WIL atau PIL
tidak menuntut tanggungjawab melainkan uang. Setia pada yang utama dan pertama
memang sarat dengan tantangan dan hambatan serta dapat membuat orang menjadi
atau merasa ‘letih lesu dan berbeban berat’, namun setia pada yang pertama dan
utama adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. Maka marilah kita pikul
‘kuk’ (panggilan, tugas pengutusan atau tanggungjawab) yang dipasang di ‘bahu’
kita dan belajar dari Yesus, Tuhan dan guru kita, yang telah melaksanakan
dengan sempurna dengan menderita sampai wafat di kayu salib. Derita yang lahir
dari kesetiaan atau ketaatan pada kehendak Tuhan, panggilan dan tugas
pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. “Setia adalah sikap dan perilaku yang
menunjukkan keterikatan dan kepedulian
atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr. Edy Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Maka baiklah kita ingat, kenangkan dan
refleksikan aneka janji yang pernah kita ikhrarkan: janji baptis, janji
perkawinan, janji imamat, kaul, janji pegawai/pelajar/mahasiswa atau sumpah
jabatan dst.. Untuk menghayati dan setia pada janji marilah kita hayati ajakan
atau peringatan ini: “Hendaklah kamu
dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam
Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil
2:5-8)
· “Tidakkah
kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi
dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak
terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah
semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan
teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN
mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan
kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan
tidak menjadi lelah” (Yes 40:28-31),
demikian peringatan nabi Yesaya kepada bangsa terpilih, kepada kita semua orang beriman. Kepada siapapun yang merasa lelah dan tak
bersemangat, marilah kita lihat, nikmati karya penciptaan Allah, antara lain
dalam aneka jenis tanaman dan bunga yang indah serta memikat, maupun
binatang-binatang yang tak pernah atau jarang mengeluh, mengesah maupun
menggerutu. Nikmatilah keindahan alam yang dihiasi oleh aneka jenis tanaman dan
bunga, maka anda akan digairahkan kembali. Secara khusus saya ingatkan
orang-orang muda atau rekan muda-mudi dan anak-anak: hendaklah jangan lesu dan
tak bersemangat, entah dalam belajar, hidup maupun pergaulan. Tunjukkan
kegairahan dan kegembiraan anda, sebagai orang muda yang masih memiliki masa
depan begitu panjang. Hendaklah senantiasa dengan rendah hati, gembira, penuh
harapan dalam belajar, dengan demikian anda akan dapat belajar dengan baik dan
diperkaya oleh berbagai macam masukan yang anda dengar dimanapun dan kapanpun. Jadilah
anda bagaikan ‘rajawali’ yang terbang, berlari ataupun berjalan tidak menjadi
lesu/lelah. Untuk itu hendaknya menjaga kebugaran dan kesegaran diri anda,
antara lain dengan makan dan minum sesuai dengan motto ‘empat sehat lima
sempurna’, berolahraga secara teratur, istirahat secara teratur serta
senantiasa berpikiran positif terhadap yang lain. Jauhkan aneka cara hidup atau
cara bertindak yang mudah merusak diri anda, misalnya: begadang tanpa perlu,
minuman keras, narkoba atau aneka obat terlarang maupun free-sex, dst.
“Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah
nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan
janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu,
yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang
kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,” (Mzm 103:1-4)
Jakarta, 10 Desember 2008
(Yes 40:25-31; Mat 11:28-30)
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih
lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang
Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan
jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku
pun ringan.”(Mat 11:28-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Mengapa orang mempunyai ‘isteri atau suami kedua’ atau
WIL atau PIL? , dan orang akan lebih mesra dengan WIL atau PIL-nya daripada
dengan isteri atau suaminya sendiri? Apakah isteri kurang cantik atau suami
kurang tampan? Yang terjadi kiranya entah isteri atau suami membuat ‘letih lesu dan berbeban berat’ karena rewel,
cerewet, aneh-aneh serta menuntut tanggungjawab; sementara itu WIL atau PIL
tidak menuntut tanggungjawab melainkan uang. Setia pada yang utama dan pertama
memang sarat dengan tantangan dan hambatan serta dapat membuat orang menjadi
atau merasa ‘letih lesu dan berbeban berat’, namun setia pada yang pertama dan
utama adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. Maka marilah kita pikul
‘kuk’ (panggilan, tugas pengutusan atau tanggungjawab) yang dipasang di ‘bahu’
kita dan belajar dari Yesus, Tuhan dan guru kita, yang telah melaksanakan
dengan sempurna dengan menderita sampai wafat di kayu salib. Derita yang lahir
dari kesetiaan atau ketaatan pada kehendak Tuhan, panggilan dan tugas
pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. “Setia adalah sikap dan perilaku yang
menunjukkan keterikatan dan kepedulian
atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr. Edy Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Maka baiklah kita ingat, kenangkan dan
refleksikan aneka janji yang pernah kita ikhrarkan: janji baptis, janji
perkawinan, janji imamat, kaul, janji pegawai/pelajar/mahasiswa atau sumpah
jabatan dst.. Untuk menghayati dan setia pada janji marilah kita hayati ajakan
atau peringatan ini: “Hendaklah kamu
dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam
Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil
2:5-8)
· “Tidakkah
kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi
dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak
terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah
semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan
teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN
mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan
kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan
tidak menjadi lelah” (Yes 40:28-31),
demikian peringatan nabi Yesaya kepada bangsa terpilih, kepada kita semua orang beriman. Kepada siapapun yang merasa lelah dan tak
bersemangat, marilah kita lihat, nikmati karya penciptaan Allah, antara lain
dalam aneka jenis tanaman dan bunga yang indah serta memikat, maupun
binatang-binatang yang tak pernah atau jarang mengeluh, mengesah maupun
menggerutu. Nikmatilah keindahan alam yang dihiasi oleh aneka jenis tanaman dan
bunga, maka anda akan digairahkan kembali. Secara khusus saya ingatkan
orang-orang muda atau rekan muda-mudi dan anak-anak: hendaklah jangan lesu dan
tak bersemangat, entah dalam belajar, hidup maupun pergaulan. Tunjukkan
kegairahan dan kegembiraan anda, sebagai orang muda yang masih memiliki masa
depan begitu panjang. Hendaklah senantiasa dengan rendah hati, gembira, penuh
harapan dalam belajar, dengan demikian anda akan dapat belajar dengan baik dan
diperkaya oleh berbagai macam masukan yang anda dengar dimanapun dan kapanpun. Jadilah
anda bagaikan ‘rajawali’ yang terbang, berlari ataupun berjalan tidak menjadi
lesu/lelah. Untuk itu hendaknya menjaga kebugaran dan kesegaran diri anda,
antara lain dengan makan dan minum sesuai dengan motto ‘empat sehat lima
sempurna’, berolahraga secara teratur, istirahat secara teratur serta
senantiasa berpikiran positif terhadap yang lain. Jauhkan aneka cara hidup atau
cara bertindak yang mudah merusak diri anda, misalnya: begadang tanpa perlu,
minuman keras, narkoba atau aneka obat terlarang maupun free-sex, dst.
“Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah
nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan
janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu,
yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang
kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,” (Mzm 103:1-4)
Jakarta, 10 Desember 2008
Kamis, 04 Desember 2008
"Jadilah kepadamu menurut imanmu."
"Jadilah kepadamu menurut imanmu."
(Yes 29:17-24; Mat 9:27-31)
“Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya
dari sana, dua orang
buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai
Anak Daud." Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua
orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah
kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami
percaya." Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: "Jadilah
kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka. Dan Yesus pun dengan
tegas berpesan kepada mereka, kata-Nya: "Jagalah supaya jangan seorang pun
mengetahui hal ini." Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh
daerah itu” (Mat 9:27-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada
Tuhan, dan iman pertama-tama dan terutama harus dihayati atau dilaksanakan
bukan diomongkan atau didiskusikan. Maka marilah kita menghayati iman dalam
hidup sehari-hari, dengan dan dalam iman kita hidup dan bertindak. Rasanya
untuk membiasakan diri dalam hal penghayatan iman pertama-tama dalam hal atau
perkara yang biasa-biasa saja, misalnya dalam hal makan, minum dan tidur, yang
menjadi kegemaran banyak orang. Jika dalam hal atau perkara yang sederhana dan
biasa ini orang tidak menghadapi masalah kiranya dengan mudah ia dapat
menghayati iman dalam hal-hal atau perkara-perkara yang lebih besar dan rumit. Makan
dan minum dengan iman berarti orang dapat menikmati jenis makanan dan minuman
macam apapun asal tidak beracun atau membahayakan kesehatan tubuh. Maklum cukup
banyak orang mengalami kesulitan atau hambatan ketika mereka berada di tempat
lain/asing yang memiliki jenis makanan dan minuman berbeda dengan apa yang
dinikmati setiap harinya. Maka marilah ketika kita berada di tempat lain/asing
disediakan atau dihidangkan makanan dan minuman sesuai kebiasaan atau tradisi
setempat, yang mungkin tidak sesuai dengan selera atau minat pribadi, kita
santap dan nikmati makanan serta minuman tersebut dalam dan dengan iman.
Marilah kita berpedoman: “Jika orang
setempat makan dan minum yang sama tetap sehat dan tidak mati, maka saya makan
dan minum pasti tetap sehat dan segar”. Jika makanan dan minuman tidak
sesuai dengan selera tetapi sehat , maka langsung telan saja tanpa dikunyah dan
percayalah Tuhan menganugerahi ‘mesin penggiling yang luar biasa’ untuk
mengolah makanan dan minuman tersebut demi kesehatan dan kebugaran tubuh kita.
Hal yang sama adalah tidur: ada orang sulit atau tidak dapat tidur ketika ganti
tempat tidur/ditempat lain, yang berarti yang bersangkutan tidak/kurang
beriman. Sekali lagi jika orang tidak mengalami kesulitan atau hambatan dalam
menikmati aneka makanan dan minuman serta tidur, hemat saya yang bersangkutan
selamat, damai sejahtera dan dengan demikian ia dapat dengan semangat iman
hidup bersama, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan baik. “Jadilah kepadamu menurut imanmu”
· “Pada waktu
itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas
dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Orang-orang
yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di
antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus” (Yes 29:18-19), demikian kata-kata hiburan yang penuh
harapan dari Yesaya. Beriman memang harus dilengkapi atau disempurnakan dengan
harapan dan cintakasih. Maka kepada siapapun yang merasa tuli, buta atau sengsara,
entah secara spiritual maupun phisik, kami harapkan untuk tetap bergairah dan
bergembira, ceria. Bukalah hati dan jiwa anda terhadap sapaan dan sentuhan
Allah, agar dalam ketulian dan kebutaan maupun kesengsaraan anda dikuatkan dan
digairahkan olehNya. Untuk itu memang butuh matiraga atau lakutapa, lebih-lebih
secara lahir atau phisik (lihat: Ignatius Loyola, LR no 83-85) , misalnya:
dalam hal makan dan tidur mengurangi apa
yang normal bukan yang berlebihan, dalam hal badan atau tubuh, memberi padanya kesakitan
yang terasa tetapi tidak membahayakan kesehatan tubuh. Tujuan lakutapa lahir
atau matiraga adalah untuk “menyilih
dosa-dosa masa lampau, mengalahkan diri dan mencari dan mendapatkan suatu
rahmat atau anugerah, yang dikehendaki atua diinginkan” (ibid . no 87). Jika
dalam lakutapa lahir orang menghasilkan buah-buah yang diharapkan, maka yang
bersangkutan “akan tambah bersukaria
dalam Tuhan, bersorak-sorai dalam Yang
Mahakudus”. Lakutapa lahir kiranya juga merupakan bentuk cintakasih,
yaitu mengasihi diri sendiri.
“Sesungguhnya,
aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!
Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN
“ (Mzm 27:13-14)
Jakarta, 5 Desember 2008
(Yes 29:17-24; Mat 9:27-31)
“Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya
dari sana, dua orang
buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai
Anak Daud." Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua
orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah
kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami
percaya." Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: "Jadilah
kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka. Dan Yesus pun dengan
tegas berpesan kepada mereka, kata-Nya: "Jagalah supaya jangan seorang pun
mengetahui hal ini." Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh
daerah itu” (Mat 9:27-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada
Tuhan, dan iman pertama-tama dan terutama harus dihayati atau dilaksanakan
bukan diomongkan atau didiskusikan. Maka marilah kita menghayati iman dalam
hidup sehari-hari, dengan dan dalam iman kita hidup dan bertindak. Rasanya
untuk membiasakan diri dalam hal penghayatan iman pertama-tama dalam hal atau
perkara yang biasa-biasa saja, misalnya dalam hal makan, minum dan tidur, yang
menjadi kegemaran banyak orang. Jika dalam hal atau perkara yang sederhana dan
biasa ini orang tidak menghadapi masalah kiranya dengan mudah ia dapat
menghayati iman dalam hal-hal atau perkara-perkara yang lebih besar dan rumit. Makan
dan minum dengan iman berarti orang dapat menikmati jenis makanan dan minuman
macam apapun asal tidak beracun atau membahayakan kesehatan tubuh. Maklum cukup
banyak orang mengalami kesulitan atau hambatan ketika mereka berada di tempat
lain/asing yang memiliki jenis makanan dan minuman berbeda dengan apa yang
dinikmati setiap harinya. Maka marilah ketika kita berada di tempat lain/asing
disediakan atau dihidangkan makanan dan minuman sesuai kebiasaan atau tradisi
setempat, yang mungkin tidak sesuai dengan selera atau minat pribadi, kita
santap dan nikmati makanan serta minuman tersebut dalam dan dengan iman.
Marilah kita berpedoman: “Jika orang
setempat makan dan minum yang sama tetap sehat dan tidak mati, maka saya makan
dan minum pasti tetap sehat dan segar”. Jika makanan dan minuman tidak
sesuai dengan selera tetapi sehat , maka langsung telan saja tanpa dikunyah dan
percayalah Tuhan menganugerahi ‘mesin penggiling yang luar biasa’ untuk
mengolah makanan dan minuman tersebut demi kesehatan dan kebugaran tubuh kita.
Hal yang sama adalah tidur: ada orang sulit atau tidak dapat tidur ketika ganti
tempat tidur/ditempat lain, yang berarti yang bersangkutan tidak/kurang
beriman. Sekali lagi jika orang tidak mengalami kesulitan atau hambatan dalam
menikmati aneka makanan dan minuman serta tidur, hemat saya yang bersangkutan
selamat, damai sejahtera dan dengan demikian ia dapat dengan semangat iman
hidup bersama, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan baik. “Jadilah kepadamu menurut imanmu”
· “Pada waktu
itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas
dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Orang-orang
yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di
antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus” (Yes 29:18-19), demikian kata-kata hiburan yang penuh
harapan dari Yesaya. Beriman memang harus dilengkapi atau disempurnakan dengan
harapan dan cintakasih. Maka kepada siapapun yang merasa tuli, buta atau sengsara,
entah secara spiritual maupun phisik, kami harapkan untuk tetap bergairah dan
bergembira, ceria. Bukalah hati dan jiwa anda terhadap sapaan dan sentuhan
Allah, agar dalam ketulian dan kebutaan maupun kesengsaraan anda dikuatkan dan
digairahkan olehNya. Untuk itu memang butuh matiraga atau lakutapa, lebih-lebih
secara lahir atau phisik (lihat: Ignatius Loyola, LR no 83-85) , misalnya:
dalam hal makan dan tidur mengurangi apa
yang normal bukan yang berlebihan, dalam hal badan atau tubuh, memberi padanya kesakitan
yang terasa tetapi tidak membahayakan kesehatan tubuh. Tujuan lakutapa lahir
atau matiraga adalah untuk “menyilih
dosa-dosa masa lampau, mengalahkan diri dan mencari dan mendapatkan suatu
rahmat atau anugerah, yang dikehendaki atua diinginkan” (ibid . no 87). Jika
dalam lakutapa lahir orang menghasilkan buah-buah yang diharapkan, maka yang
bersangkutan “akan tambah bersukaria
dalam Tuhan, bersorak-sorai dalam Yang
Mahakudus”. Lakutapa lahir kiranya juga merupakan bentuk cintakasih,
yaitu mengasihi diri sendiri.
“Sesungguhnya,
aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!
Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN
“ (Mzm 27:13-14)
Jakarta, 5 Desember 2008
Selasa, 02 Desember 2008
"Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk”
"Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala
makhluk”
(1Kor 9:16-19.22-23;
Mrk 16:15-20)
“Lalu Ia berkata
kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa
yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang
yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan
berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular,
dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka;
mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan
sembuh." Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka,
terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. Mereka pun
pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan
meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.”(Mrk 16:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi atas
bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Fransiskus Xaverius hari ini
saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Dalam sejarah Ordo Serikat Yesus, yang didirikan oleh
Ignatius Loyola, pada masa awal derap langkah hidup bersama dan pelayanannya
pernah memperoleh tegoran dari petinggi Gereja Katolik, Kepausan:, kurang lebih
berbunyi demikian: “Mengapa para anggota
Serikat Yesus sebagai religius atau biarawan tidak atau jarang berdoa bersama
seperti para anggota lembaga hidup bakti yang lain?”. Menanggapi tegoran
ini dengan cerdas Nadal, sekretaris Ignatius Loyola menyampaikan penjelasan
kurang lebih sebagai berikut: “Kami ini
adalah pengikut Santo Paulus yang terus berjalan dan berkeliling dunia untuk
memberitakan Kabar Baik”. Dalam sejarah Gereja ada dua tokoh awal sebagai
dasar atau pondasi yaitu Petrus, yang selanjutnya diteruskan oleh para Paus,
yang bertahta di Roma dan Paulus yang berkeliling dunia, yang rasanya
diteruskan oleh para anggota Lembaga Hidup Bakti atau biarawan-biarawati yang
bersifat mondial. Fransiskus Xaverius yang kita kenangkan hari ini adalah
contoh konkret pengikut atau penerus Paulus, yang berkeling dunia, ‘pergi ke seluruh dunia untuk membertakan
Injil kepada segala makhluk’, maka ia juga diberi gelar sebagai salah satu
Pelindung Misi. Maka baiklah dalam mengenangkan pesta St.Fransiskus Xaverius
hari ini kita mengenangkan panggilan missioner kita masing-masing: sejauh mana
dalam derap langkah atau kepergian ke manapun dan dimanapun senantiasa
memberitakan apa yang baik dan membahagiakan atau sejauh mana apa yang kita
lakukan dan katakan senantiasa adalah apa yang baik dan membahagiakan.
Sebagaimana disabdakan oleh Yesus di atas jika kita sungguh beriman tidak perlu
takut dan gentar menghadapi aneka macam ‘rayuan atau godaan setan’ yang menggejela
dalam diri sesama dan saudara-saudari kita: dalam dan dengan iman kita akan
mampu mengatasi aneka tantangan dan hambatan, sebagaimana telah dihayati oleh
Fransiskus Xaverius dalam perjalanannya mengelilingi dunia sambil mewartakan
Kabar Baik.
· “Karena jika aku
memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu
adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil”
(1Kor 9:16) , demikian kesaksian Paulus kepada umat di Korintus,
kepada kita semua orang beriman. Injil adalah Warta Gembira, maka memberitakan
Injil berarti memberitakan warta gembira, apa yang menggembirakan dan
menyelamatkan atau mensejahterakan. Siapapun yang tidak memberitakan apa yang
menggembirakan alias aneka macam bentuk kejahatan atau penyelewengan pasti akan
celaka, tidak perlu dihukum ia sudah terhukum dengan sendirinya, antara lain
semakin dijauhi oleh sesamanya atau saudara-saudarinya. Marilah kita saling
berlomba dalam menggembirakan sesama atau saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun,
tanpa pandang bulu, SARA, usia, pangkat atau kedudukan, dst.. Jika kita mampu
menggembirakan orang lain hendaknya juga tidak menjadi sombong, melainkan tetap
rendah hati, karena apa yang kita lakukan atau berikan kepada orang lain tidak lain adalah kasih karunia Allah yang
telah kita terima secara melimpah ruah. Memang agar kita dapat menggembirakan
orang lain diri kita sendiri harus gembira, ceria dan selamat. Tidak ada alasan
untuk tidak gembira karena kita telah menerima kasih karunia Allah secara
melimpah ruah melalui sesama atau saudara-saudari kita. Kegembiraan dan
keceriaan diri kita pada dasarnya sudah bersifat missioner, karena siapapun
yang melihat atau hidup bersama dengan orang gembira pasti akan tergerak atau
termotivasi untuk ikut bergembira juga. Jika kita gembira dan ceria kiranya
akan tahan terhadap aneka macam jenis serangan virus penyakit dan dengan
demikian kita tetap sehat wal’afiat, damai sejahtera, gembira serta ceria.
“Pujilah TUHAN, hai segala bangsa,
megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan
kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!” (Mzm 117)
Jakarta, 3 Desember 2008
makhluk”
(1Kor 9:16-19.22-23;
Mrk 16:15-20)
“Lalu Ia berkata
kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa
yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang
yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan
berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular,
dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka;
mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan
sembuh." Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka,
terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. Mereka pun
pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan
meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.”(Mrk 16:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi atas
bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Fransiskus Xaverius hari ini
saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Dalam sejarah Ordo Serikat Yesus, yang didirikan oleh
Ignatius Loyola, pada masa awal derap langkah hidup bersama dan pelayanannya
pernah memperoleh tegoran dari petinggi Gereja Katolik, Kepausan:, kurang lebih
berbunyi demikian: “Mengapa para anggota
Serikat Yesus sebagai religius atau biarawan tidak atau jarang berdoa bersama
seperti para anggota lembaga hidup bakti yang lain?”. Menanggapi tegoran
ini dengan cerdas Nadal, sekretaris Ignatius Loyola menyampaikan penjelasan
kurang lebih sebagai berikut: “Kami ini
adalah pengikut Santo Paulus yang terus berjalan dan berkeliling dunia untuk
memberitakan Kabar Baik”. Dalam sejarah Gereja ada dua tokoh awal sebagai
dasar atau pondasi yaitu Petrus, yang selanjutnya diteruskan oleh para Paus,
yang bertahta di Roma dan Paulus yang berkeliling dunia, yang rasanya
diteruskan oleh para anggota Lembaga Hidup Bakti atau biarawan-biarawati yang
bersifat mondial. Fransiskus Xaverius yang kita kenangkan hari ini adalah
contoh konkret pengikut atau penerus Paulus, yang berkeling dunia, ‘pergi ke seluruh dunia untuk membertakan
Injil kepada segala makhluk’, maka ia juga diberi gelar sebagai salah satu
Pelindung Misi. Maka baiklah dalam mengenangkan pesta St.Fransiskus Xaverius
hari ini kita mengenangkan panggilan missioner kita masing-masing: sejauh mana
dalam derap langkah atau kepergian ke manapun dan dimanapun senantiasa
memberitakan apa yang baik dan membahagiakan atau sejauh mana apa yang kita
lakukan dan katakan senantiasa adalah apa yang baik dan membahagiakan.
Sebagaimana disabdakan oleh Yesus di atas jika kita sungguh beriman tidak perlu
takut dan gentar menghadapi aneka macam ‘rayuan atau godaan setan’ yang menggejela
dalam diri sesama dan saudara-saudari kita: dalam dan dengan iman kita akan
mampu mengatasi aneka tantangan dan hambatan, sebagaimana telah dihayati oleh
Fransiskus Xaverius dalam perjalanannya mengelilingi dunia sambil mewartakan
Kabar Baik.
· “Karena jika aku
memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu
adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil”
(1Kor 9:16) , demikian kesaksian Paulus kepada umat di Korintus,
kepada kita semua orang beriman. Injil adalah Warta Gembira, maka memberitakan
Injil berarti memberitakan warta gembira, apa yang menggembirakan dan
menyelamatkan atau mensejahterakan. Siapapun yang tidak memberitakan apa yang
menggembirakan alias aneka macam bentuk kejahatan atau penyelewengan pasti akan
celaka, tidak perlu dihukum ia sudah terhukum dengan sendirinya, antara lain
semakin dijauhi oleh sesamanya atau saudara-saudarinya. Marilah kita saling
berlomba dalam menggembirakan sesama atau saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun,
tanpa pandang bulu, SARA, usia, pangkat atau kedudukan, dst.. Jika kita mampu
menggembirakan orang lain hendaknya juga tidak menjadi sombong, melainkan tetap
rendah hati, karena apa yang kita lakukan atau berikan kepada orang lain tidak lain adalah kasih karunia Allah yang
telah kita terima secara melimpah ruah. Memang agar kita dapat menggembirakan
orang lain diri kita sendiri harus gembira, ceria dan selamat. Tidak ada alasan
untuk tidak gembira karena kita telah menerima kasih karunia Allah secara
melimpah ruah melalui sesama atau saudara-saudari kita. Kegembiraan dan
keceriaan diri kita pada dasarnya sudah bersifat missioner, karena siapapun
yang melihat atau hidup bersama dengan orang gembira pasti akan tergerak atau
termotivasi untuk ikut bergembira juga. Jika kita gembira dan ceria kiranya
akan tahan terhadap aneka macam jenis serangan virus penyakit dan dengan
demikian kita tetap sehat wal’afiat, damai sejahtera, gembira serta ceria.
“Pujilah TUHAN, hai segala bangsa,
megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan
kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!” (Mzm 117)
Jakarta, 3 Desember 2008
Senin, 01 Desember 2008
“Semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai “
“Semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai “
(Yes 11:1-10;
Luk 10:21-24)
“Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus
dalam Roh Kudus dan berkata: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit
dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang
pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang
berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada
seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak
dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu." Sesudah
itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata:
"Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata
kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi
tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak
mendengarnya” (Luk 10:21-24),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini..
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Orang bijak dan pandai, yang pada umumnya kemudian
menjadi pemimpin, sering berbicara sedikit dan umum serta tidak sampai
mendetil. Karena tugas dan fungsinya ia juga jarang berurusan dengan yang
kecil-kecil dan sederhana. Sebaliknya orang-orang kecil seperti pegawai, buruh
atau pembantu rumah tangga berurusan dengan hal-hal kecil-kecil seperti menu
makanan dan minuman dengan segala ramuannya, kebersihan lingkungan, rumah atau
gedung sehingga peka akan aneka jenis kotoran atau sampah sekecil apapun,
dst.. Jika kita cermati dan perhatikan
kiranya apa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari demi kesehatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan kita adalah hal-hal atau perkara-perkara kecil.
Peralatan, sarana atau alat-alat yang canggih dan sangat berpengaruh di masa
kini juga sangat kecil, misalnya serat optic yang melancarkan aneka macam
ketubuhan dengan berkomunikasi. Maka marilah di masa Adven ini kita perhatikan
apa-apa yang kecil dan sederhana, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah
sesama manusia, yaitu mereka yang miskin, lemah dan serba berkekurangan atau
para pegawai dan buruh, pembantu rumah tangga dst.. Pada umumnya mereka ini
adalah para pelaksana aneka kebijakan dan keputusan dari mereka yang bijak dan
pandai, dengan kata lain tanpa mereka aneka kebijakan dan keputusan tinggal
tetap dalam kata-kata dan tak pernah dilaksanakan. Yang lebih kita butuhkan
adalah pelaksanaan atau penghayatan bukan kata-kata atau omongan atau rumusan.
Kepada para pengusaha atau orang kaya kami berharap agar memperhatikan para
pegawai, buruh atau pembantu rumah tangga secara memadai, sehingga mereka dapat
hidup damai sejahtera. .
· “Celakalah
mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang
mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman, untuk menghalang-halangi
orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara
di antara umat-Ku, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat
menjarah anak-anak yatim!” (Yes 10:1-1-2), demikian seruan Yesaya kepada
kita semua. Seruan ini memang pertama-tama dan terutama terarah kepada mereka
yang sering atau selalu ‘menentukan
ketetapan-ketetapan’ untuk atau demi
hidup bersama, entah di dalam keluarga, masyarakat/Negara, maupun tempat kerja
dan kebersamaan hidup dalam bentuk apapun. Hendaknya ditentukan
ketetapan-ketetapan atau kebijakan-kebijakan yang adil, yang memperhatikan
mereka yang lemah, para janda maupun anak-anak yatim. Secara khusus saya
mengingatkan dan mengajak para pengurus LSM yang bergerak dalam pelayanan atau
perhatian terhadap mereka yang lemah, misalnya: orang miskin, korban-korban
kekerasan atau bencana alam, panti-panti asuhan, dst.. Pada umumnya mencari dan
mengusahakan sumbangan untuk membantu mereka alias atas nama yang lemah, miskin
dan berkekurangan tidak terlalu sulit, dengan catatan apa yang diperoleh atau
diterima sepenuhnya digunakan atau difungsikan bagi mereka, bukan bagi para
pengurus LSM yang bersangkutan. Maaf dan maklum hal ini saya angat dan ingatkan
karena dalam berbagai kasus gerakan demi yang miskin dan berkekurangan atau
para korban bencana alam ada oknum-oknum tertentu yang merampas hak mereka yang miskin, lemah dan berkekurangan, alias
menjadikan orang miskin, lemah dan berkekurangan untuk memperkaya diri dengan
mencari sumbangan alias mengemis atau korupsi. Dana dan sumbangan terkumpul
tidak langsung difungsikan bagi mereka yang berhak menerimanya, melainkan
disimpan atau ditahan. Konon mereka terpaksa menyimpan dan menahannya karena
takut tidak dapat bertindak adil dalam menyalurkannya, takut ada oknum-oknum
yang langsung melayani mereka yang miskin dan berkekurangan melakukan korupsi.
Tetapi sebenarnya yang ada ialah bahwa ‘para bijak dan pandai’ sendiri yang
korupsi dan merampas hak orang miskin, lemah dan berkekurangan, maka kepada
mereka ini kami ajak untuk bertobat dan memperbaharui diri.
“Ia akan melepaskan orang miskin yang
berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya
penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan
menyelamatkan nyawa orang miskin”
(Mzm 72:12-13)
Jakarta, 2 Desember 2008
(Yes 11:1-10;
Luk 10:21-24)
“Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus
dalam Roh Kudus dan berkata: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit
dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang
pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang
berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada
seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak
dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu." Sesudah
itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata:
"Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata
kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi
tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak
mendengarnya” (Luk 10:21-24),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini..
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Orang bijak dan pandai, yang pada umumnya kemudian
menjadi pemimpin, sering berbicara sedikit dan umum serta tidak sampai
mendetil. Karena tugas dan fungsinya ia juga jarang berurusan dengan yang
kecil-kecil dan sederhana. Sebaliknya orang-orang kecil seperti pegawai, buruh
atau pembantu rumah tangga berurusan dengan hal-hal kecil-kecil seperti menu
makanan dan minuman dengan segala ramuannya, kebersihan lingkungan, rumah atau
gedung sehingga peka akan aneka jenis kotoran atau sampah sekecil apapun,
dst.. Jika kita cermati dan perhatikan
kiranya apa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari demi kesehatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan kita adalah hal-hal atau perkara-perkara kecil.
Peralatan, sarana atau alat-alat yang canggih dan sangat berpengaruh di masa
kini juga sangat kecil, misalnya serat optic yang melancarkan aneka macam
ketubuhan dengan berkomunikasi. Maka marilah di masa Adven ini kita perhatikan
apa-apa yang kecil dan sederhana, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah
sesama manusia, yaitu mereka yang miskin, lemah dan serba berkekurangan atau
para pegawai dan buruh, pembantu rumah tangga dst.. Pada umumnya mereka ini
adalah para pelaksana aneka kebijakan dan keputusan dari mereka yang bijak dan
pandai, dengan kata lain tanpa mereka aneka kebijakan dan keputusan tinggal
tetap dalam kata-kata dan tak pernah dilaksanakan. Yang lebih kita butuhkan
adalah pelaksanaan atau penghayatan bukan kata-kata atau omongan atau rumusan.
Kepada para pengusaha atau orang kaya kami berharap agar memperhatikan para
pegawai, buruh atau pembantu rumah tangga secara memadai, sehingga mereka dapat
hidup damai sejahtera. .
· “Celakalah
mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang
mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman, untuk menghalang-halangi
orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara
di antara umat-Ku, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat
menjarah anak-anak yatim!” (Yes 10:1-1-2), demikian seruan Yesaya kepada
kita semua. Seruan ini memang pertama-tama dan terutama terarah kepada mereka
yang sering atau selalu ‘menentukan
ketetapan-ketetapan’ untuk atau demi
hidup bersama, entah di dalam keluarga, masyarakat/Negara, maupun tempat kerja
dan kebersamaan hidup dalam bentuk apapun. Hendaknya ditentukan
ketetapan-ketetapan atau kebijakan-kebijakan yang adil, yang memperhatikan
mereka yang lemah, para janda maupun anak-anak yatim. Secara khusus saya
mengingatkan dan mengajak para pengurus LSM yang bergerak dalam pelayanan atau
perhatian terhadap mereka yang lemah, misalnya: orang miskin, korban-korban
kekerasan atau bencana alam, panti-panti asuhan, dst.. Pada umumnya mencari dan
mengusahakan sumbangan untuk membantu mereka alias atas nama yang lemah, miskin
dan berkekurangan tidak terlalu sulit, dengan catatan apa yang diperoleh atau
diterima sepenuhnya digunakan atau difungsikan bagi mereka, bukan bagi para
pengurus LSM yang bersangkutan. Maaf dan maklum hal ini saya angat dan ingatkan
karena dalam berbagai kasus gerakan demi yang miskin dan berkekurangan atau
para korban bencana alam ada oknum-oknum tertentu yang merampas hak mereka yang miskin, lemah dan berkekurangan, alias
menjadikan orang miskin, lemah dan berkekurangan untuk memperkaya diri dengan
mencari sumbangan alias mengemis atau korupsi. Dana dan sumbangan terkumpul
tidak langsung difungsikan bagi mereka yang berhak menerimanya, melainkan
disimpan atau ditahan. Konon mereka terpaksa menyimpan dan menahannya karena
takut tidak dapat bertindak adil dalam menyalurkannya, takut ada oknum-oknum
yang langsung melayani mereka yang miskin dan berkekurangan melakukan korupsi.
Tetapi sebenarnya yang ada ialah bahwa ‘para bijak dan pandai’ sendiri yang
korupsi dan merampas hak orang miskin, lemah dan berkekurangan, maka kepada
mereka ini kami ajak untuk bertobat dan memperbaharui diri.
“Ia akan melepaskan orang miskin yang
berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya
penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan
menyelamatkan nyawa orang miskin”
(Mzm 72:12-13)
Jakarta, 2 Desember 2008
Minggu, 30 November 2008
Pesan Natal Bersama KWI - PGI 2008
HIDUPLAH DALAM PERDAMAIAN DENGAN SEMUA ORANG"
(bdk. Rm. 12:18)
Kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.
1. Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Peristiwa Natal, sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.
Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai. Berbagai kelompok berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata menuju kebersamaan yang rukun dan damai.
Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah, berencana dan berkualitas.
2. Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).
Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (bdk. Rm. 12:17). "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" (Rm. 12:21). Ketika orang membalas kejahatan dengan kejahatan, sebenarnya orang itu telah dikalahkan oleh kejahatan. Siapa yang melakukan kejahatan, ia telah dikendalikan oleh kejahatan itu sendiri dan telah melakukan kejahatan yang ia lawan. Ketika orang mengalami perlakuan jahat dari orang lain, tidak perlu membenci pelakunya dan menolak berhubungan dengannya, tetapi tetap ramah terhadapnya, bahkan terbuka untuk menolong orang itu bila ia mengalami kesulitan. Selayaknya umat Kristiani memperlakukan orang lain dengan kemurahan hati (bdk.Rm. 12:20a).
3. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk:
•a. melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.
•b. ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha ramah terhadap lingkungan sekitar.
•c. mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga, melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan menyakiti sesama. Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela.
Demikianlah pesan kami, Selamat Natal 2008 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati.
Atas nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA,
KONFERENSI WALIGEREJA
INDONESIA,
(bdk. Rm. 12:18)
Kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.
1. Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Peristiwa Natal, sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.
Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai. Berbagai kelompok berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata menuju kebersamaan yang rukun dan damai.
Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah, berencana dan berkualitas.
2. Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).
Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (bdk. Rm. 12:17). "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" (Rm. 12:21). Ketika orang membalas kejahatan dengan kejahatan, sebenarnya orang itu telah dikalahkan oleh kejahatan. Siapa yang melakukan kejahatan, ia telah dikendalikan oleh kejahatan itu sendiri dan telah melakukan kejahatan yang ia lawan. Ketika orang mengalami perlakuan jahat dari orang lain, tidak perlu membenci pelakunya dan menolak berhubungan dengannya, tetapi tetap ramah terhadapnya, bahkan terbuka untuk menolong orang itu bila ia mengalami kesulitan. Selayaknya umat Kristiani memperlakukan orang lain dengan kemurahan hati (bdk.Rm. 12:20a).
3. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk:
•a. melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.
•b. ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha ramah terhadap lingkungan sekitar.
•c. mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga, melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan menyakiti sesama. Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela.
Demikianlah pesan kami, Selamat Natal 2008 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati.
Atas nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA,
KONFERENSI WALIGEREJA
INDONESIA,
“Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai”
“Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai”
(Yes 2:1-5; Mat
8:5-11)
“Ketika Yesus masuk ke Kapernaum,
datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya:"Tuan,
hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita."
Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi
jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di
dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab
aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata
kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang
lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka
ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan
berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di
antara orang Israel. Aku berkata
kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama
dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 8:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta Beato Dionisius dan Redemptus,
biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:
· Seorang perwira militer pada umumnya ahli strategi dan
tukang perintah, memerintah kepada anak buahnya, dan dengan demikian juga
dihormati, namun sering kurang memperhatikan para pembantu rumah tangganya.
Dalam Warta Gembira ini kepada kita disajikan seorang perwira yang dengan
rendah hati mohon kepada Yesus untuk menyembuhkan hambanya yang sakit lumpuh
dan sangat menderita dan dengan rendah hati juga ia mengakui bahwa dirinya
sebagai orang berdosa, tidak layak didatangi oleh Tuhan Yesus. Maka Yesus
bersabda: “Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada
seorang pun di antara orang Israel”. Beriman berarti mengakui atau menghayati diri
sebagai di satu sisi yang berdosa dan di
sisi lain yang dirahmati atau dianugerahi oleh Tuhan. Kesadaran dan penghayatan
diri sebagai yang berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai
yang beriman. Maka marilah di masa Adven ini kita memperdalam kebenaran
tersebut. Rasanya berani mengakui dan menghayati sebagai yang berdosa, lemah
dan rapuh pada masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran,
mengingat dan mempertimbangkan begitu banyak orang sombong karena kekayaan,
pangkat/kedudukan/jabatan atau kehormatan duniawi yang dimilikinya. Mengakui
dan mengghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh berarti senantiasa
membuka diri atas berbagai kemungkinan dan kesempatan untuk tumbuh berkembang
sebagai pribadi cerdas beriman alias bersikap mental belajar terus menerus
sampai mati (ongoing education, ongoing
formation). Warta Gembira hari ini juga mengajak kita semua untuk
memperhatikan para hamba atau para pembantu rumah tangga/keluarga atau
komunitas kita masing-masing, sebagaimana dihayati oleh perwira yang dengan
rendah hati menghadap Yesus demi kesembuhan dan keselamatan hambanya yang sakit
lumpuh dan sangat menderita.
· "Mari, kita
naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang
jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan
keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.”(Yes 2:3). Berada di
puncak gunung atau bukit orang akan menyadari dan menghayati diri sebagai yang
kecil, lemah dan rapuh serentak mengagumi dan terhibur oleh kebesaran dan keagungan Allah dalam ciptaan-ciptaanNya,
dalam alam raya yang indah. Maka gunung dan bukit sering menjadi tempat suci,
dimana orang dapat menerima hiburan, pengajaran atau petuah-petuah yang
menyelamatkan dan membahagiakan. Maaf kalau agak porno: ‘gunung atau bukit di
dada perempuan alias buah dada’ rasanya juga menjadi symbol ‘keindahan dan kesucian’. Dari dan melalui buah dada
seorang anak/bayi menerima dan menikmati kasih, hidup dan kebahagiaan luar
biasa. Seorang ibu menyalurkan kasih kepada dan mendidik anak/bayinya dengan dan
dalam menyusui. Marilah kita lihat, sikapi dan nikmati berbagai keindahan
ciptaan Allah di dunia ini sebagai wahana atau jalan untuk semakin mengenal dan
menghayati aneka ajaran atau sabda-sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam
Kitab Suci. Di tempat-tempat atau bagian-bagian tubuh yang indah rasanya kita
dapat melihat dan menikmati karya penyelenggaran Ilahi atau Tuhan, karya atau
jalan yang menumbuh-kembangkan dan menyelamatkan. Di masa Adven ini kita
dipanggil untuk menemukan dan menghayati aneka jalan atau cara untuk
menumbuh-kembangkan iman kita sehingga kita tumbuh berkembang sebagai pribadi
cerdas beriman, semakin mengasihi dan dikasihi oleh Allah maupun sesama.
“Aku bersukacita, ketika dikatakan orang
kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN." Sekarang kaki kami
berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem. Hai Yerusalem, yang telah didirikan
sebagai kota yang bersambung rapat, ke mana suku-suku berziarah, yakni
suku-suku TUHAN, “(Mzm 122:1-4a)
Jakarta, 1 Desember 2008
(Yes 2:1-5; Mat
8:5-11)
“Ketika Yesus masuk ke Kapernaum,
datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya:"Tuan,
hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita."
Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi
jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di
dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab
aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata
kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang
lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka
ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan
berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di
antara orang Israel. Aku berkata
kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama
dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 8:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta Beato Dionisius dan Redemptus,
biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:
· Seorang perwira militer pada umumnya ahli strategi dan
tukang perintah, memerintah kepada anak buahnya, dan dengan demikian juga
dihormati, namun sering kurang memperhatikan para pembantu rumah tangganya.
Dalam Warta Gembira ini kepada kita disajikan seorang perwira yang dengan
rendah hati mohon kepada Yesus untuk menyembuhkan hambanya yang sakit lumpuh
dan sangat menderita dan dengan rendah hati juga ia mengakui bahwa dirinya
sebagai orang berdosa, tidak layak didatangi oleh Tuhan Yesus. Maka Yesus
bersabda: “Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada
seorang pun di antara orang Israel”. Beriman berarti mengakui atau menghayati diri
sebagai di satu sisi yang berdosa dan di
sisi lain yang dirahmati atau dianugerahi oleh Tuhan. Kesadaran dan penghayatan
diri sebagai yang berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai
yang beriman. Maka marilah di masa Adven ini kita memperdalam kebenaran
tersebut. Rasanya berani mengakui dan menghayati sebagai yang berdosa, lemah
dan rapuh pada masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran,
mengingat dan mempertimbangkan begitu banyak orang sombong karena kekayaan,
pangkat/kedudukan/jabatan atau kehormatan duniawi yang dimilikinya. Mengakui
dan mengghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh berarti senantiasa
membuka diri atas berbagai kemungkinan dan kesempatan untuk tumbuh berkembang
sebagai pribadi cerdas beriman alias bersikap mental belajar terus menerus
sampai mati (ongoing education, ongoing
formation). Warta Gembira hari ini juga mengajak kita semua untuk
memperhatikan para hamba atau para pembantu rumah tangga/keluarga atau
komunitas kita masing-masing, sebagaimana dihayati oleh perwira yang dengan
rendah hati menghadap Yesus demi kesembuhan dan keselamatan hambanya yang sakit
lumpuh dan sangat menderita.
· "Mari, kita
naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang
jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan
keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.”(Yes 2:3). Berada di
puncak gunung atau bukit orang akan menyadari dan menghayati diri sebagai yang
kecil, lemah dan rapuh serentak mengagumi dan terhibur oleh kebesaran dan keagungan Allah dalam ciptaan-ciptaanNya,
dalam alam raya yang indah. Maka gunung dan bukit sering menjadi tempat suci,
dimana orang dapat menerima hiburan, pengajaran atau petuah-petuah yang
menyelamatkan dan membahagiakan. Maaf kalau agak porno: ‘gunung atau bukit di
dada perempuan alias buah dada’ rasanya juga menjadi symbol ‘keindahan dan kesucian’. Dari dan melalui buah dada
seorang anak/bayi menerima dan menikmati kasih, hidup dan kebahagiaan luar
biasa. Seorang ibu menyalurkan kasih kepada dan mendidik anak/bayinya dengan dan
dalam menyusui. Marilah kita lihat, sikapi dan nikmati berbagai keindahan
ciptaan Allah di dunia ini sebagai wahana atau jalan untuk semakin mengenal dan
menghayati aneka ajaran atau sabda-sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam
Kitab Suci. Di tempat-tempat atau bagian-bagian tubuh yang indah rasanya kita
dapat melihat dan menikmati karya penyelenggaran Ilahi atau Tuhan, karya atau
jalan yang menumbuh-kembangkan dan menyelamatkan. Di masa Adven ini kita
dipanggil untuk menemukan dan menghayati aneka jalan atau cara untuk
menumbuh-kembangkan iman kita sehingga kita tumbuh berkembang sebagai pribadi
cerdas beriman, semakin mengasihi dan dikasihi oleh Allah maupun sesama.
“Aku bersukacita, ketika dikatakan orang
kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN." Sekarang kaki kami
berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem. Hai Yerusalem, yang telah didirikan
sebagai kota yang bersambung rapat, ke mana suku-suku berziarah, yakni
suku-suku TUHAN, “(Mzm 122:1-4a)
Jakarta, 1 Desember 2008
Senin, 10 November 2008
“Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”
“Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”
(Tit 2:1-8.11-14; Luk 17:7-10)
"Siapa di antara kamu yang
mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan
berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!
Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku.
Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan
sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada
hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”(Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Martinus dari Tours, Uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
· Martinus adalah seorang perwira militer yang suka
berperang, namun perjumpaan dengan pengemis yang miskin telah merubah atau
mempertobatkannya untuk melepaskan senjata yang mematikan dan menggantikannya
dengan dirinya dalam memerangi aneka ketidak-adilan dan paksaan. Sebagaimana ia
tidak takut berperang yang mengandung ancaman kematian, demikian juga ia tidak
takut, dengan setia dan taat pada kehendak Tuhan, memperjuangkan keadilan serta
memberantas aneka bentuk pemaksaaan. “Kami adalah hamba yang tidak berguna; kami
hanya melakukan apa yang harus kami lakukan”, demikian pesan Yesus yang
kiranya dihayati oleh Martius ketika ia menjadi uskup. Hari Minggu, 19 Oktober
2008 yang lalu saya diundang untuk mempersembahkan Perayaan Ekaristi bersama
Bapak Oey, yang menjadi tahanan KPK di Polda-Jakarta. Ia memperoleh tuduhan
dalam kasus BI, ia adalah salah satu pakar hokum BI. Dalam omongan kami bersama
Bapak Oey bercerita bahwa ia ‘hanya
melakukan apa yang harus dilakukan’, yaitu memberikan sejumlah uang kepada
anggota DPR atas perintah atasan, Aulia Pohan, selaku Deputy Gubernur BI. Semua
Bapak Oey ditahan sebagai saksi yang diharapkan menjernihkan
kesaksian-kesaksian perihal kasus BI, namun belakangan katanya ia menjadi
‘tersangka’ karena melaksanakan perintah atasan, yang nota bene jahat. Dari sisi
hukum pelaksana rasanya tidak salah, namun semuanya telah menjadi permainan
poltik, maka pelaksana pun dapat dijadikan tersangka. Maka becermin dari Warta
Gembira hari ini saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah menjadi
hamba-hamba yang hanya melakukan apa yang harus dilakukan, tentu saja kiranya
pertama-tama dan terutama sebagai hamba Tuhan, yang berarti menjadi pelaksana
kehendak Tuhan. Namun sekiranya terpaksa
menjadi pelaksana dari perintah atasan, yang salah dan jahat, yang telah
menjadi hal umum saat ini, baiklah tetap setia menjadi hamba, antara lain tidak
korupsi atau berkreasi melakukan kejahatan sendiri. Taat dan setia pada atasan
merupakan salah satu bentuk keutamaan tersendiri.
· “Ia mendidik
kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan
supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit 2:12),
demikian peringatan Paulus kepada Titus, kepada kita semua. Dan “beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran
yang sehat”(Tit 2:1). Hidup bijaksana adil dan beribadah di dalam dunia
sekarang ini dengan ajaran yang sehat memang merupakan tuntutan yang harus kita
hayati dan sebarluaskan. Peringatan atau ajakan ini kiranya dapat kita hayati
dengan menghayati dan menyebarkan luaskan keluhuran harkat martabat manusia,
sebagai ciptaan terluhur di dunia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau
citra Allah, sebagaimana telah dihayati dan disebarluaskan oleh St. Martinus
dari Tours. Hidup dan bekerja atau bertugaa apapun hemat saya merupakan ibadah
kepada Allah, maka saudara-saudari dalam hidup dan tugas bersama, tempat hidup
dan kerja/tugas, sarana-prasarana untuk hidup dan bekerja/tugas juga menjadi
rekan tempat dan sarana-prasarana
beribadah. Rasanya ketika orang sedang beribadah bersikap hormat, pasrah dan
hening; sikap yang sama dibutuhkan dalam pergaulan dengan sesama maupun bekerja
atau bertugas bersama. Demikian pula orang merawat dan mengurus dengan baik
aneka sarana-prasarana ibadah, maka juga diharapkan merawat dan mengurus aneka
macam sarana-prasarana kerja atau tugas. Itulah kiranya salah satu bentuk
menghayati dan menyembarluaskan harkat martabat manusia di dalam dunia sekarang ini. Merawat dan mengurus segala sesuatu
dengan baik, sesuai dengan kehendak Tuhan, merupakan tuntutan yang mendesak dan
up to date masa kini, mengingat dan memperhatikan kelemahan banyak orang dalam
perawatan dan pengurusan atau pengelolaan.
“Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah
yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN;
maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu”
(Mzm 37:3-4)
Jakarta, 11 November 2008
(Tit 2:1-8.11-14; Luk 17:7-10)
"Siapa di antara kamu yang
mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan
berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!
Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku.
Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan
sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada
hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”(Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Martinus dari Tours, Uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
· Martinus adalah seorang perwira militer yang suka
berperang, namun perjumpaan dengan pengemis yang miskin telah merubah atau
mempertobatkannya untuk melepaskan senjata yang mematikan dan menggantikannya
dengan dirinya dalam memerangi aneka ketidak-adilan dan paksaan. Sebagaimana ia
tidak takut berperang yang mengandung ancaman kematian, demikian juga ia tidak
takut, dengan setia dan taat pada kehendak Tuhan, memperjuangkan keadilan serta
memberantas aneka bentuk pemaksaaan. “Kami adalah hamba yang tidak berguna; kami
hanya melakukan apa yang harus kami lakukan”, demikian pesan Yesus yang
kiranya dihayati oleh Martius ketika ia menjadi uskup. Hari Minggu, 19 Oktober
2008 yang lalu saya diundang untuk mempersembahkan Perayaan Ekaristi bersama
Bapak Oey, yang menjadi tahanan KPK di Polda-Jakarta. Ia memperoleh tuduhan
dalam kasus BI, ia adalah salah satu pakar hokum BI. Dalam omongan kami bersama
Bapak Oey bercerita bahwa ia ‘hanya
melakukan apa yang harus dilakukan’, yaitu memberikan sejumlah uang kepada
anggota DPR atas perintah atasan, Aulia Pohan, selaku Deputy Gubernur BI. Semua
Bapak Oey ditahan sebagai saksi yang diharapkan menjernihkan
kesaksian-kesaksian perihal kasus BI, namun belakangan katanya ia menjadi
‘tersangka’ karena melaksanakan perintah atasan, yang nota bene jahat. Dari sisi
hukum pelaksana rasanya tidak salah, namun semuanya telah menjadi permainan
poltik, maka pelaksana pun dapat dijadikan tersangka. Maka becermin dari Warta
Gembira hari ini saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah menjadi
hamba-hamba yang hanya melakukan apa yang harus dilakukan, tentu saja kiranya
pertama-tama dan terutama sebagai hamba Tuhan, yang berarti menjadi pelaksana
kehendak Tuhan. Namun sekiranya terpaksa
menjadi pelaksana dari perintah atasan, yang salah dan jahat, yang telah
menjadi hal umum saat ini, baiklah tetap setia menjadi hamba, antara lain tidak
korupsi atau berkreasi melakukan kejahatan sendiri. Taat dan setia pada atasan
merupakan salah satu bentuk keutamaan tersendiri.
· “Ia mendidik
kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan
supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit 2:12),
demikian peringatan Paulus kepada Titus, kepada kita semua. Dan “beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran
yang sehat”(Tit 2:1). Hidup bijaksana adil dan beribadah di dalam dunia
sekarang ini dengan ajaran yang sehat memang merupakan tuntutan yang harus kita
hayati dan sebarluaskan. Peringatan atau ajakan ini kiranya dapat kita hayati
dengan menghayati dan menyebarkan luaskan keluhuran harkat martabat manusia,
sebagai ciptaan terluhur di dunia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau
citra Allah, sebagaimana telah dihayati dan disebarluaskan oleh St. Martinus
dari Tours. Hidup dan bekerja atau bertugaa apapun hemat saya merupakan ibadah
kepada Allah, maka saudara-saudari dalam hidup dan tugas bersama, tempat hidup
dan kerja/tugas, sarana-prasarana untuk hidup dan bekerja/tugas juga menjadi
rekan tempat dan sarana-prasarana
beribadah. Rasanya ketika orang sedang beribadah bersikap hormat, pasrah dan
hening; sikap yang sama dibutuhkan dalam pergaulan dengan sesama maupun bekerja
atau bertugas bersama. Demikian pula orang merawat dan mengurus dengan baik
aneka sarana-prasarana ibadah, maka juga diharapkan merawat dan mengurus aneka
macam sarana-prasarana kerja atau tugas. Itulah kiranya salah satu bentuk
menghayati dan menyembarluaskan harkat martabat manusia di dalam dunia sekarang ini. Merawat dan mengurus segala sesuatu
dengan baik, sesuai dengan kehendak Tuhan, merupakan tuntutan yang mendesak dan
up to date masa kini, mengingat dan memperhatikan kelemahan banyak orang dalam
perawatan dan pengurusan atau pengelolaan.
“Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah
yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN;
maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu”
(Mzm 37:3-4)
Jakarta, 11 November 2008
Rabu, 05 November 2008
“Anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak terang.”
“Anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak terang.”
(Flp 3:17-4:1; Luk 16:1-18)
“Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:
"Ada seorang kaya
yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa
bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan
berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan
jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku
memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat,
mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku
dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di
rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada
tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab
orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain
sekarang juga: Lima puluh
tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab
orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, buatlah surat hutang lain:
Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu,
karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik
terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.”(Luk 16:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan
hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Orang bodoh
dapat menjadi pandai karena uang, sebaliknya orang pandai dapat menjadi bodoh
juga karena uang”, demikian kiranya
yang sering terjadi di dalam kehidupan bersama kita. Namun yang juga terjadi
adalah orang pandai membodohi sesamanya demi uang atau demi keuntungan sendiri.
Kepandaian atau kecerdikan macam itu dapat kita lihat atau cermati dalam diri
para penipu atau penjahat yang dengan halus dan sabar mengelabui korban-korbannya.
Maka benarlah yang disabdakan oleh Yesus bahwa “Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak
terang”. Karena pendidikan dan pembinaan memang kita semua mendambakan diri
sebagai orang yang pandai, cerdik dan cerdas, namun hendaknya juga sekaligus
beriman alias menjadi anak-anak terang, sehingga menjadi cerdas beriman. Sebagai
orang yang cerdas beriman kiranya ketika diberi tugas menjadi bendahara atau
pengelola/pengurus harta benda duniawi, ia akan mengurus dan mengelolanya dengan
baik sebagaimana diharapkan. Kesuksesan atau keberhasilan mengurus atau
mengelola harta benda dengan baik pada masa kini hemat saya merupakan salah
satu bentuk penghayatan iman kemartiran yang mendesak dan up to date, mengingat
masih maraknya korupsi hampir di semua bidang kehidupan bersama di masyarakat
pada saat ini. Untuk itu hemat saya kita masing-masing harus mulai dari diri
kita sendiri: berapa besar atau banyaknya harta benda atau uang yang diserahkan
kepada kita, marilah kita urus atau kelola sebaiknya mungkin, sesuai dengan
maksud pemberi (ad intentio dantis).
Jika kita berhasil dengan baik mengurus atau mengelola yang menjadi milik kita
atau kita kuasai maka kiranya kita memiliki modal kekuatan untuk mengrurus atau
mengelola milik orang lain yang lebih besar. Harta benda/uang adalah ‘jalan ke
neraka atau jalan ke sorga’, marilah kita jadikan ‘jalan ke sorga’.
· “Saudara-saudara
yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga
dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!”(Flp 4:1),
demikian sapaan Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua orang beriman. “Berdiri
dengan teguh dalam Tuhan” adalah cirikhas orang cerdas beriman, ia tidak mudah
tergoyahkan oleh berbagai rayuan atau godaan kenikmatan duniawi yang membuatnya
‘menjauh dari Tuhan maupun sesama atau saudara-saudarinya’. Kita semua adalah
ciptaan Tuhan, dan hanya dapat hidup, tumbuh berkembang menjadi cerdas beriman
jika kita setia berdiri dengan teguh dalam Tuhan. Memang untuk itu kita perlu
membiasakan diri terus menerus berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun;
semakin banyak berbuat baik kepada sesama berarti akan semakin teguh berdiri
dalam Tuhan, sebaliknya orang yang jarang berbuat baik kepada sesamanya pasti
mudah jatuh atau berdosa terus menerus. Apa yang disebut baik senantiasa
berlaku universal dan bersifat menyelamatkan, khususnya keselamatan jiwa. Yang
ideal memang ‘mens sana in corpore
sano’, pengertian/akal budi/jiwa yang
sehat dalam tubuh yang sehat, maka marilah kita serentak merawat, menjaga dan
memperkuat pengertian/akal budi/jiwa dan tubuh kita menjadi segar bugar, sehat
wal’afiat sebagai tanda bahwa kita dengan rendah hati berusaha setia ‘berdiri
dengan teguh dalam Tuhan’. Orang yang demikian senantiasa dinamis dan proaktif
dalam berbuat baik bagi sesamanya dimanapun dan kapanpun.
“Aku
bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah
TUHAN."
( Mzm 122:1)
Jakarta, 7 November 2008
(Flp 3:17-4:1; Luk 16:1-18)
“Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:
"Ada seorang kaya
yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa
bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan
berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan
jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku
memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat,
mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku
dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di
rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada
tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab
orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain
sekarang juga: Lima puluh
tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab
orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, buatlah surat hutang lain:
Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu,
karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik
terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.”(Luk 16:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan
hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Orang bodoh
dapat menjadi pandai karena uang, sebaliknya orang pandai dapat menjadi bodoh
juga karena uang”, demikian kiranya
yang sering terjadi di dalam kehidupan bersama kita. Namun yang juga terjadi
adalah orang pandai membodohi sesamanya demi uang atau demi keuntungan sendiri.
Kepandaian atau kecerdikan macam itu dapat kita lihat atau cermati dalam diri
para penipu atau penjahat yang dengan halus dan sabar mengelabui korban-korbannya.
Maka benarlah yang disabdakan oleh Yesus bahwa “Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak
terang”. Karena pendidikan dan pembinaan memang kita semua mendambakan diri
sebagai orang yang pandai, cerdik dan cerdas, namun hendaknya juga sekaligus
beriman alias menjadi anak-anak terang, sehingga menjadi cerdas beriman. Sebagai
orang yang cerdas beriman kiranya ketika diberi tugas menjadi bendahara atau
pengelola/pengurus harta benda duniawi, ia akan mengurus dan mengelolanya dengan
baik sebagaimana diharapkan. Kesuksesan atau keberhasilan mengurus atau
mengelola harta benda dengan baik pada masa kini hemat saya merupakan salah
satu bentuk penghayatan iman kemartiran yang mendesak dan up to date, mengingat
masih maraknya korupsi hampir di semua bidang kehidupan bersama di masyarakat
pada saat ini. Untuk itu hemat saya kita masing-masing harus mulai dari diri
kita sendiri: berapa besar atau banyaknya harta benda atau uang yang diserahkan
kepada kita, marilah kita urus atau kelola sebaiknya mungkin, sesuai dengan
maksud pemberi (ad intentio dantis).
Jika kita berhasil dengan baik mengurus atau mengelola yang menjadi milik kita
atau kita kuasai maka kiranya kita memiliki modal kekuatan untuk mengrurus atau
mengelola milik orang lain yang lebih besar. Harta benda/uang adalah ‘jalan ke
neraka atau jalan ke sorga’, marilah kita jadikan ‘jalan ke sorga’.
· “Saudara-saudara
yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga
dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!”(Flp 4:1),
demikian sapaan Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua orang beriman. “Berdiri
dengan teguh dalam Tuhan” adalah cirikhas orang cerdas beriman, ia tidak mudah
tergoyahkan oleh berbagai rayuan atau godaan kenikmatan duniawi yang membuatnya
‘menjauh dari Tuhan maupun sesama atau saudara-saudarinya’. Kita semua adalah
ciptaan Tuhan, dan hanya dapat hidup, tumbuh berkembang menjadi cerdas beriman
jika kita setia berdiri dengan teguh dalam Tuhan. Memang untuk itu kita perlu
membiasakan diri terus menerus berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun;
semakin banyak berbuat baik kepada sesama berarti akan semakin teguh berdiri
dalam Tuhan, sebaliknya orang yang jarang berbuat baik kepada sesamanya pasti
mudah jatuh atau berdosa terus menerus. Apa yang disebut baik senantiasa
berlaku universal dan bersifat menyelamatkan, khususnya keselamatan jiwa. Yang
ideal memang ‘mens sana in corpore
sano’, pengertian/akal budi/jiwa yang
sehat dalam tubuh yang sehat, maka marilah kita serentak merawat, menjaga dan
memperkuat pengertian/akal budi/jiwa dan tubuh kita menjadi segar bugar, sehat
wal’afiat sebagai tanda bahwa kita dengan rendah hati berusaha setia ‘berdiri
dengan teguh dalam Tuhan’. Orang yang demikian senantiasa dinamis dan proaktif
dalam berbuat baik bagi sesamanya dimanapun dan kapanpun.
“Aku
bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah
TUHAN."
( Mzm 122:1)
Jakarta, 7 November 2008
Senin, 03 November 2008
Agenda/Kegiatan Lingkungan
Minggu, 02 November 2008
“Engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang benar”
“Engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang benar”
(Flp 2:1-4; Luk 14:12-14)
“Dan Yesus berkata juga kepada orang
yang mengundang Dia: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau
perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau
saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya,
karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan
demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan,
undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan
orang-orang buta.Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai
apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada
hari kebangkitan orang-orang benar.”
(Luk 14:12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· “Apa yang
telah saya nikmati selama hdup di dunia ini nanti setelah mati, meninggal
dunia, tak dapat dinikmati lagi, sedangkan yang belum dinikmati selama hidup di
dunia ini nanti akan dapat menikmati sepuas-puasnya di sorga”, demikian kata seorang bijak. Dengan kata lain apa yang
ada di dalam hidup kekal nanti adalah kebalikan dari apa yang ada dalam hidup
sementara di dunia ini, misalnya: jika di dunia saat ini kita bermalas-malas
dan pesta pora, maka di hidup kekal nanti harus bekerja keras dan matiraga,
sebaliknya jika selama hidup di dunia ini kita bekerja keras dan matiraga, maka
di hidup kekal nanti kita dapat bermalas-malas dan berpesta pora seenakny dan
selamanya. “Jer basuki mowo beyo” (=
Untuk memperoleh hidup bahagia kekal harus berjuang dan bekerja keras), demikian
kata pepatah Jawa. Sabda atau Warta Gembira hari ini kiranya mengajak dan
memanggil kita untuk hidup sosial dan tidak materialistis atau bermental
bisnis, seperti hidup di pasar. Ingatlah bahwa orang yang sungguh materialistis
dan bermental bisnis yang kuat tinggal berlama-lama di pasar, yaitu para
pedagang, sedangkan para pembeli pasti tidak ingin berlama-lama berada di
pasar. Pembeli lebih banyak daripada penjual/pedagang, namun kiranya jika jujur
mawas diri baik pedagang/ penjual atau pembeli juga bermental bisnis, yang
mendambakan keuntungan atau kenikmatan sesaat. “Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin,
orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.Dan engkau akan
berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.
Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”,
demikian sabda Yesus. Sebagai bentuk konkret penghayatan hidup sosial , marilah
kita perhatikan mereka yang miskin, cacat,
lumpuh dan buta, entah secara duniawi maupun spiritual. Memperhatikan
kelompok orang macam ini anda akan menikmati kebahagiaan pribadi yang tahan
lama atau bahkan abadi atau kekal, tak mudah diambil orang lain atau luntur
karena rayuan dan godaan duniawi.
· “Hendaklah kamu
sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari
kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan
rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya
sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Flp 2:2-4), demikian nasihat
Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua orang beriman. “Yen lagi mlaku ojo ndlangak nanging
ndungkluk” (=Ketika sedang berjalan jangan menengadah ke atas melainkan
menunduk ke bawah), demikian kata pepatah Jawa. Apa yang dimaksudkan ‘mlaku/berjalan’ di sini kiranya selama
perjalanan hidup kita di dunia. Marilah kita menunduk, melihat ke bawah,
memperhatikan mereka lebih lemah, miskin dan kurang daripada kita. Marilah kita
hidup dan bekerja dengan pedoman atau motto ‘solidaritas dan keberpihakan pada/bersama dengan yang miskin dan
berkekurangan’. Orangtua lebih memperhatikan anak-anaknya, pemimpin atau
atasan lebih memperhatikan anggota atau bawahannya, yang kaya dan kuat lebih
memperhatikan yang miskin dan lemah, yang pandai/cerdas memperhatikan yang
bodoh, dst.. Ajakan ini rasanya lebih kena bagi rekan-rekan yang hidup atau
tinggal di kota-kota besar, yang sedikit banyak diwarnai sikap mental
egois dan berkembang menjadi pelit, hanya
mencari keuntungan diri sendiri atau kelompoknya. Maka dengan ini secara khusus
perkenankan saya mengajak dan mengingatkan rekan-rekan yang hidup dan tinggal
di kota-kota besar: jadikanlah situasi hidup yang lebih diwarnai sikap mental
egoistis dan meterialistis menjadi ‘kesempatan emas’ untuk bersaksi hidup
sosial, peka terhadap kepentingan orang lain, lebih-lebih mereka yang miskin
dan berkekurangan.
“TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak
memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau
hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan
mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya,
seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, dari
sekarang sampai selama-lamanya!’ (Mzm
131)
Jakarta, 3 November 2008
(Flp 2:1-4; Luk 14:12-14)
“Dan Yesus berkata juga kepada orang
yang mengundang Dia: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau
perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau
saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya,
karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan
demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan,
undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan
orang-orang buta.Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai
apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada
hari kebangkitan orang-orang benar.”
(Luk 14:12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· “Apa yang
telah saya nikmati selama hdup di dunia ini nanti setelah mati, meninggal
dunia, tak dapat dinikmati lagi, sedangkan yang belum dinikmati selama hidup di
dunia ini nanti akan dapat menikmati sepuas-puasnya di sorga”, demikian kata seorang bijak. Dengan kata lain apa yang
ada di dalam hidup kekal nanti adalah kebalikan dari apa yang ada dalam hidup
sementara di dunia ini, misalnya: jika di dunia saat ini kita bermalas-malas
dan pesta pora, maka di hidup kekal nanti harus bekerja keras dan matiraga,
sebaliknya jika selama hidup di dunia ini kita bekerja keras dan matiraga, maka
di hidup kekal nanti kita dapat bermalas-malas dan berpesta pora seenakny dan
selamanya. “Jer basuki mowo beyo” (=
Untuk memperoleh hidup bahagia kekal harus berjuang dan bekerja keras), demikian
kata pepatah Jawa. Sabda atau Warta Gembira hari ini kiranya mengajak dan
memanggil kita untuk hidup sosial dan tidak materialistis atau bermental
bisnis, seperti hidup di pasar. Ingatlah bahwa orang yang sungguh materialistis
dan bermental bisnis yang kuat tinggal berlama-lama di pasar, yaitu para
pedagang, sedangkan para pembeli pasti tidak ingin berlama-lama berada di
pasar. Pembeli lebih banyak daripada penjual/pedagang, namun kiranya jika jujur
mawas diri baik pedagang/ penjual atau pembeli juga bermental bisnis, yang
mendambakan keuntungan atau kenikmatan sesaat. “Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin,
orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.Dan engkau akan
berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.
Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”,
demikian sabda Yesus. Sebagai bentuk konkret penghayatan hidup sosial , marilah
kita perhatikan mereka yang miskin, cacat,
lumpuh dan buta, entah secara duniawi maupun spiritual. Memperhatikan
kelompok orang macam ini anda akan menikmati kebahagiaan pribadi yang tahan
lama atau bahkan abadi atau kekal, tak mudah diambil orang lain atau luntur
karena rayuan dan godaan duniawi.
· “Hendaklah kamu
sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari
kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan
rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya
sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Flp 2:2-4), demikian nasihat
Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua orang beriman. “Yen lagi mlaku ojo ndlangak nanging
ndungkluk” (=Ketika sedang berjalan jangan menengadah ke atas melainkan
menunduk ke bawah), demikian kata pepatah Jawa. Apa yang dimaksudkan ‘mlaku/berjalan’ di sini kiranya selama
perjalanan hidup kita di dunia. Marilah kita menunduk, melihat ke bawah,
memperhatikan mereka lebih lemah, miskin dan kurang daripada kita. Marilah kita
hidup dan bekerja dengan pedoman atau motto ‘solidaritas dan keberpihakan pada/bersama dengan yang miskin dan
berkekurangan’. Orangtua lebih memperhatikan anak-anaknya, pemimpin atau
atasan lebih memperhatikan anggota atau bawahannya, yang kaya dan kuat lebih
memperhatikan yang miskin dan lemah, yang pandai/cerdas memperhatikan yang
bodoh, dst.. Ajakan ini rasanya lebih kena bagi rekan-rekan yang hidup atau
tinggal di kota-kota besar, yang sedikit banyak diwarnai sikap mental
egois dan berkembang menjadi pelit, hanya
mencari keuntungan diri sendiri atau kelompoknya. Maka dengan ini secara khusus
perkenankan saya mengajak dan mengingatkan rekan-rekan yang hidup dan tinggal
di kota-kota besar: jadikanlah situasi hidup yang lebih diwarnai sikap mental
egoistis dan meterialistis menjadi ‘kesempatan emas’ untuk bersaksi hidup
sosial, peka terhadap kepentingan orang lain, lebih-lebih mereka yang miskin
dan berkekurangan.
“TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak
memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau
hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan
mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya,
seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, dari
sekarang sampai selama-lamanya!’ (Mzm
131)
Jakarta, 3 November 2008
Senin, 20 Oktober 2008
“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala”
“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala”
(Ef 2:12-22; Luk 12:35-38)
"Hendaklah pinggangmu tetap berikat
dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang
menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan
mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang
didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan,
dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam
atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah
mereka” (Luk 12:35-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Salah satu atau mungkin yang utama dari fungsi ikat
pinggang adalah untuk membantu penampilan diri semakin menarik, semakin nampak
tampan, menawan, cantik dan seksi serta menarik. Maka sabda Yesus “Hendaklah pinggangmu tetap berikat” berarti
suatu ajakan atau perintah agar kita senantiasa menampilkan diri menawan dan
menarik atau memiliki daya pikat bagi orang lain dimanapun dan kapanpun.
Kiranya yang diharapkan disini tidak hanya secara phisik, melainkan terutama
secara spiritual atau rohani. “Hendaklah
pelitamu tetap menyala”, artinya hendaklah hati, jiwa, akal budi dan
tubuhmu tetap sehat wal’afiat, ceria dan bergembira ria, sehingga terbuka
terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan serta setiap saat siap sedia untuk
diutus atau dipanggil oleh Tuhan alias meninggal dunia. Menampilkan diri
menawan, menarik dan memiliki daya pikat berarti berbudi pekerti luhur dan
secara konkret menghayati keutamaan-keutamaan ini :” bekerja
keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut,
berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja,
bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang
rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur,
berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai
karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah,
pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih
sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap
adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh,
tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet “(Prof.Dr.Sedyawati: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka, Jakarta 1997). Maka marilah kita menjadi unggul dalam penghayatan
salah satu atau beberapa dari keutamaan-keutamaan tersebut di atas.
· “Demikianlah
kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas
dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di
dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang
kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat
kediaman Allah, di dalam Roh” (Ef 2:19-22),
demikian peringatan Paulus kepada umat di Efesus, kepada kita semua orang
beriman. Kita semua adalah ‘anggota-anggota
keluarga Allah, yang tumbuh sebagai bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah
yang kudus’, sehingga kebersamaan hidup kita menawan, menarik serta
memiliki daya pikat bagi siapapun untuk siap sedia tumbuh berkembang menjadi
‘bait Allah’, orang yang dikuasai atau dirajai oleh Allah. Agar kebersamaan
hidup kita menawan, menarik dan memiliki daya pikat kiranya masing-masing dari
kita, setiap orang harus menawan, menarik dan memiliki daya pikat. Salah satu
tanda bahwa kita dirajai atau dikuasai oleh Allah antara lain melalui diri
kita, gaya hidup dan cara bertindak kita orang dapat mengintip siapa itu Tuhan,
siapa itu sesama manusia dan apa itu harta benda: Tuhan adalah raja dan ‘tuan’
bagi manusia, sesama manusia adalah saudara atau sahabat dalam perjalanan hidup
menuju hidup abadi di sorga, dan harta benda adalah sarana untuk menolong
manusia di dalam perjalanan hidup tersebut. Kita semua adalah saudara atau
sahabat, dalam keadaan atau situasi apapun, dimanapun dan kapanpun. Jika dalam
kebersamaan hidup kita, entah dalam keluarga, masyarakat, dalam hidup berbangsa
dan bernegara masih ada orang yang miskin dan berkekurangan berarti ada di
antara kita yang tidak dirajai atau dikuasai oleh Allah, melainkan dirajai atau
dikuasai oleh ‘setan’, harta benda, jabatan, kedudukan atau kehormatan duniawi.
Maka kami mengajak dan mengingatkan mereka yang gila atas atau dikuasai oleh
harta benda, jabatan, kedudukan dan kehormatan duniawi untuk bertobat dan
memperbaharui diri agar kebesamaan hidup kita menarik, menawan dan memiliki
daya pikat.
“Kasih dan kesetiaan akan bertemu,
keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari
bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan
kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di
hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.”(Mzm 85:11-14)
Jakarta, 21 Oktober 2008
(Ef 2:12-22; Luk 12:35-38)
"Hendaklah pinggangmu tetap berikat
dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang
menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan
mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang
didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan,
dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam
atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah
mereka” (Luk 12:35-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Salah satu atau mungkin yang utama dari fungsi ikat
pinggang adalah untuk membantu penampilan diri semakin menarik, semakin nampak
tampan, menawan, cantik dan seksi serta menarik. Maka sabda Yesus “Hendaklah pinggangmu tetap berikat” berarti
suatu ajakan atau perintah agar kita senantiasa menampilkan diri menawan dan
menarik atau memiliki daya pikat bagi orang lain dimanapun dan kapanpun.
Kiranya yang diharapkan disini tidak hanya secara phisik, melainkan terutama
secara spiritual atau rohani. “Hendaklah
pelitamu tetap menyala”, artinya hendaklah hati, jiwa, akal budi dan
tubuhmu tetap sehat wal’afiat, ceria dan bergembira ria, sehingga terbuka
terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan serta setiap saat siap sedia untuk
diutus atau dipanggil oleh Tuhan alias meninggal dunia. Menampilkan diri
menawan, menarik dan memiliki daya pikat berarti berbudi pekerti luhur dan
secara konkret menghayati keutamaan-keutamaan ini :” bekerja
keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut,
berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja,
bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang
rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur,
berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai
karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah,
pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih
sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap
adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh,
tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet “(Prof.Dr.Sedyawati: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka, Jakarta 1997). Maka marilah kita menjadi unggul dalam penghayatan
salah satu atau beberapa dari keutamaan-keutamaan tersebut di atas.
· “Demikianlah
kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas
dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di
dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang
kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat
kediaman Allah, di dalam Roh” (Ef 2:19-22),
demikian peringatan Paulus kepada umat di Efesus, kepada kita semua orang
beriman. Kita semua adalah ‘anggota-anggota
keluarga Allah, yang tumbuh sebagai bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah
yang kudus’, sehingga kebersamaan hidup kita menawan, menarik serta
memiliki daya pikat bagi siapapun untuk siap sedia tumbuh berkembang menjadi
‘bait Allah’, orang yang dikuasai atau dirajai oleh Allah. Agar kebersamaan
hidup kita menawan, menarik dan memiliki daya pikat kiranya masing-masing dari
kita, setiap orang harus menawan, menarik dan memiliki daya pikat. Salah satu
tanda bahwa kita dirajai atau dikuasai oleh Allah antara lain melalui diri
kita, gaya hidup dan cara bertindak kita orang dapat mengintip siapa itu Tuhan,
siapa itu sesama manusia dan apa itu harta benda: Tuhan adalah raja dan ‘tuan’
bagi manusia, sesama manusia adalah saudara atau sahabat dalam perjalanan hidup
menuju hidup abadi di sorga, dan harta benda adalah sarana untuk menolong
manusia di dalam perjalanan hidup tersebut. Kita semua adalah saudara atau
sahabat, dalam keadaan atau situasi apapun, dimanapun dan kapanpun. Jika dalam
kebersamaan hidup kita, entah dalam keluarga, masyarakat, dalam hidup berbangsa
dan bernegara masih ada orang yang miskin dan berkekurangan berarti ada di
antara kita yang tidak dirajai atau dikuasai oleh Allah, melainkan dirajai atau
dikuasai oleh ‘setan’, harta benda, jabatan, kedudukan atau kehormatan duniawi.
Maka kami mengajak dan mengingatkan mereka yang gila atas atau dikuasai oleh
harta benda, jabatan, kedudukan dan kehormatan duniawi untuk bertobat dan
memperbaharui diri agar kebesamaan hidup kita menarik, menawan dan memiliki
daya pikat.
“Kasih dan kesetiaan akan bertemu,
keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari
bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan
kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di
hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.”(Mzm 85:11-14)
Jakarta, 21 Oktober 2008
Senin, 13 Oktober 2008
“Kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.”
“Kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan tetapi bagian
dalammu penuh rampasan dan kejahatan.”
(Gal 4:31b-5:6; Luk 11:37-41)
“Ketika Yesus selesai mengajar, seorang
Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu
duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak
mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu
orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan,
tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh,
bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian
dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya
akan menjadi bersih bagimu” (Luk 11:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Gaya hidup formal atau liturgis rasanya marak di
sana-sini, entah dalam hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang
lebih menekankan dan mengutamakan penampilan ‘phisik’ daripada ‘hati’ alias ‘bersandiwara’. Berpakaian rapi,
memakai jas dan dasi serta minyak wangi yang harum sehingga nampak menarik dan
menawan secara phisik, tetapi sebenarnya ia adalah koruptor atau penjahat ;
tampil seksi dengan ornament yang aduhai serta pakaian bersih ternyata pelacur,
dst.. Ketika beribadat nampak khusuk dan penuh hormat melalui doa dan nyanyian,
tetapi begitu selesai ibadat langsung marah-marah kepada orang lain. “Berikanlah isinya sebagai sedekah dan
sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu”, demikian sabda Yesus
yang harus kita renungkan dan hayati. Marilah kita jujur dan transparant
tentang diri kita masing-masing dalam penampilan. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat
curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela
berkorban untuk kebenaran.Ini diwujudkan dalam perilaku yang tidak suka
berbohong dan berbuat curang serta rela berkorban untuk mempertahankan
kebenaran. Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan Tuhan dan diri
sendiri” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur,
Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Kejujuran ini rasanya baik sedini
mungkin kita ajarkan atau binakan kepada anak-anak entah di dalam keluarga atau
sekolah, tentu saja pertama-tama dan terutama dengan keteladanan orangtua atau
para guru/pendidik. Di sekolah atau perguruan tinggi hendaknya diberlakukan
‘dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian’. Hemat saya aneka bentuk
kebohongan atau penampilan palsu atau sandiwara kehidupan dan korupsi terjadi
antara karena ketika dibiarkannya tindakan menyontek di sekolah-sekolah.
·
“Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan
kebenaran yang kita harapkan. Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus
Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman
yang bekerja oleh kasih”(Gal 5:5-6),
demikian kesaksian iman Paulus. “Iman
yang bekerja oleh kasih” itulah yang mempunyai arti, nilai dan makna bagi
hidup kita, bukan kekayaan, harta benda, pangkat, kedudukan, jabatan atau
kehormatan duniawi. “Jika iman itu tidak
disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”(Yak 2:17), dan perbuatan itu adalah kasih. Masing-masing dari
kita diciptakan, dibesarkan dan dididik dalam dan oleh kasih, tanpa kasih kita
tidak dapat berada seperti sekarang ini. Kasih merupakan ajaran yang pertama
dan utama dari Yesus. Apa itu kasih? “Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).. Kasih yang sering dilambangkan
dengan cincin yang bulat menunjukkan bahwa kita harus saling mengasihi secara
total (dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap
kekuatan/tubuh) dan tanpa batas. Kasih tidak dapat dibatasi oleh SARA, usia,
pangkat, kedudukan dan jabatan. Kita semua dipanggil untuk ‘bekerja oleh kasih’ artinya
dimanapun dan kapanpun serta dalam kesibukan dan pelayanan apapun kita harus
saling mengasihi. Dekati, sikapi segala sesuatu dalam dan oleh kasih, jika anda
mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera, selamat lahir dan batin. Apapun dan
siapapun yang disikapi dan diperlakukan dalam kasih akan sungguh berarti,
bermakna dan bernilai bagi kehidupan kita.
“Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari
mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-
Mu. Aku hendak berpegang pada
Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya. Aku hendak hidup dalam
kelegaan, sebab aku mencari titah-titah- Mu. Aku hendak bergemar dalam
perintah-perintah- Mu yang kucintai itu. Aku menaikkan tanganku kepada
perintah-perintah- Mu yang kucintai, dan aku hendak merenungkan
ketetapan-ketetapan -Mu “(Mzm
119:43-45.47- 48)
dalammu penuh rampasan dan kejahatan.”
(Gal 4:31b-5:6; Luk 11:37-41)
“Ketika Yesus selesai mengajar, seorang
Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu
duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak
mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu
orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan,
tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh,
bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian
dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya
akan menjadi bersih bagimu” (Luk 11:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Gaya hidup formal atau liturgis rasanya marak di
sana-sini, entah dalam hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang
lebih menekankan dan mengutamakan penampilan ‘phisik’ daripada ‘hati’ alias ‘bersandiwara’. Berpakaian rapi,
memakai jas dan dasi serta minyak wangi yang harum sehingga nampak menarik dan
menawan secara phisik, tetapi sebenarnya ia adalah koruptor atau penjahat ;
tampil seksi dengan ornament yang aduhai serta pakaian bersih ternyata pelacur,
dst.. Ketika beribadat nampak khusuk dan penuh hormat melalui doa dan nyanyian,
tetapi begitu selesai ibadat langsung marah-marah kepada orang lain. “Berikanlah isinya sebagai sedekah dan
sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu”, demikian sabda Yesus
yang harus kita renungkan dan hayati. Marilah kita jujur dan transparant
tentang diri kita masing-masing dalam penampilan. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat
curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela
berkorban untuk kebenaran.Ini diwujudkan dalam perilaku yang tidak suka
berbohong dan berbuat curang serta rela berkorban untuk mempertahankan
kebenaran. Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan Tuhan dan diri
sendiri” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur,
Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Kejujuran ini rasanya baik sedini
mungkin kita ajarkan atau binakan kepada anak-anak entah di dalam keluarga atau
sekolah, tentu saja pertama-tama dan terutama dengan keteladanan orangtua atau
para guru/pendidik. Di sekolah atau perguruan tinggi hendaknya diberlakukan
‘dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian’. Hemat saya aneka bentuk
kebohongan atau penampilan palsu atau sandiwara kehidupan dan korupsi terjadi
antara karena ketika dibiarkannya tindakan menyontek di sekolah-sekolah.
·
“Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan
kebenaran yang kita harapkan. Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus
Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman
yang bekerja oleh kasih”(Gal 5:5-6),
demikian kesaksian iman Paulus. “Iman
yang bekerja oleh kasih” itulah yang mempunyai arti, nilai dan makna bagi
hidup kita, bukan kekayaan, harta benda, pangkat, kedudukan, jabatan atau
kehormatan duniawi. “Jika iman itu tidak
disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”(Yak 2:17), dan perbuatan itu adalah kasih. Masing-masing dari
kita diciptakan, dibesarkan dan dididik dalam dan oleh kasih, tanpa kasih kita
tidak dapat berada seperti sekarang ini. Kasih merupakan ajaran yang pertama
dan utama dari Yesus. Apa itu kasih? “Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).. Kasih yang sering dilambangkan
dengan cincin yang bulat menunjukkan bahwa kita harus saling mengasihi secara
total (dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap
kekuatan/tubuh) dan tanpa batas. Kasih tidak dapat dibatasi oleh SARA, usia,
pangkat, kedudukan dan jabatan. Kita semua dipanggil untuk ‘bekerja oleh kasih’ artinya
dimanapun dan kapanpun serta dalam kesibukan dan pelayanan apapun kita harus
saling mengasihi. Dekati, sikapi segala sesuatu dalam dan oleh kasih, jika anda
mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera, selamat lahir dan batin. Apapun dan
siapapun yang disikapi dan diperlakukan dalam kasih akan sungguh berarti,
bermakna dan bernilai bagi kehidupan kita.
“Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari
mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-
Mu. Aku hendak berpegang pada
Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya. Aku hendak hidup dalam
kelegaan, sebab aku mencari titah-titah- Mu. Aku hendak bergemar dalam
perintah-perintah- Mu yang kucintai itu. Aku menaikkan tanganku kepada
perintah-perintah- Mu yang kucintai, dan aku hendak merenungkan
ketetapan-ketetapan -Mu “(Mzm
119:43-45.47- 48)
Jumat, 10 Oktober 2008
“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”
“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang
memeliharanya.”
(Gal 3:22-29; Luk 11:27-28)
“Ketika Yesus masih berbicara, berserulah
seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya:
"Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah
menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata:
"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang
memeliharanya.” (Luk 11:27-28),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Seorang ibu pada umumnya akan bangga dan berbahagia
ketika anak-anaknya atau ada salah seorang anak sukses/berhasil menjadi ‘orang’
alias menjadi tokoh penting, terkenal dan terhormat dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegara dan beragama. Itulah perasaan hati seorang perempuan
yang sedang mendengarkan pengajaran Yesus dan berkata kepadaNya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung
Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau”. Menanggapi pujian ini Yesus
dengan rendah hati menjawab: “Yang
berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya”.
Jawaban Yesus ini tidak berarti mengingkari Bunda Maria, yang telah
mengandung dan menyusuiNya, melainkan merupakan peneguhan bahwa Bunda Maria
adalah yang sungguh berbahagia, bukan karena mengandung dan menyusui Yesus
melainkan karena ia ‘mendengarkan firman
Allah dan memeliharanya’. Kebahagiaan sejati adalah mendengarkan firman
Allah dan memeliharanya atau menghayatinya, dan Bunda Maria telah menghayatinya
serta menjadi teladan hidup beriman. Maka baiklah jika kita mengaku diri
sebagai orang beriman serta mendambakan kebahagiaan sejati, marilah kita
bacakan, dengarkan dan renungkan serta hayati firman-firman Allah sebagaimana tertulis
di dalam Kitab Suci. Firman Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci
pertama-tama dan terutama untuk ‘dibacakan’ dan ‘didengarkan’, maka baiklah
kita ‘bacakan’ untuk orang lain atau diri sendiri atau kita ‘dengarkan’ ketika
sedangkan dibacakan firman Allah. Ingat ‘membacakan’ tidak sama dengan
‘membaca’, ‘mendengarkan’ tidak sama dengan ‘mendengar’. Hemat saya sebagai
orang beriman, yang antara lain berarti membuka hati, jiwa, akal budi dan
tubuh, kiranya ketika mendengarkan firman Allah pasti akan dipengaruhi dan
dikuasai karena Allah maha-segalanya, Deus
semper maior est. , dan dengan demikian mau tidak mau orang beriman akan
melaksanakan atau menghayati apa yang difirmankan atau diperintahkan oleh Allah
tanpa syarat. “Mendengarkan” merupakan
keutamaan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi beriman,
dan untuk dapat mendengarkan dengan baik butuh kerendahan hati. Entah dalam
belajar atau bekerja hemat saya jika mendambakan keberhasilan atau kesuksesan
hendaknya menghayati keutamaan ‘mendengarkan’
Iman muncul, tumbuh dan berkembang karena pendengaran.
· “Hukum Taurat
adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena
iman. Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di
bawah pengawasan penuntun” (Gal 3:24-25), demikian kesaksian Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua orang beriman. Sebagai orang yang
lemah dan rapuh untuk tumbuh berkembang dalam iman memang butuh tuntunan. Ada aneka aturan atau hukum yang diberlakukan di dalam
hidup bersama, yang diharapkan menjadi tuntunan bagi mereka yang terkait atau
berada dalam lingkup aturan dan hukum tersebut untuk tumbuh berkembang sebagai
pribadi cerdas beriman. Juga ada rumus-rumus janji, visi atau motto yang
terkait dengan panggilan, tugas perutusan dan pekerjaan kita. Maka marilah
dengan rendah hati dan bergotong-royong kita berusaha untuk menghayati aturan,
hukum, janji, visi atau motto yang terkait dengan panggilan, tugas perutusan
dan pekerjaan kita masing-masing. Memang jika kita sungguh beriman akhirnya
kita akan merasa bebas merdeka, artinya menghayati atau melaksanakan aneka
tuntunan tersebut ringan adanya serta senantiasa bergembira, sebaliknya jika
kita kurang atau tidak beriman maka aneka tuntunan terrasa menjadi beban berat
dan penghalang. Pandanglah, lihatlah, sikapilah aneka tuntunan dalam dan dengan
semangat cintakasih, karena aneka tuntunan tersebut merupakan terjemahan atau
uraian bagaimana orang harus mewujudkan cintakasih dalam hidup dan kesibukan
sehari-hari. Sebagai orang yang beriman pada Yesus Kristus baiklah menghayati
ajakan ini: “Jikalau kamu adalah milik
Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji
Allah” (Gal 3:29).
memeliharanya.”
(Gal 3:22-29; Luk 11:27-28)
“Ketika Yesus masih berbicara, berserulah
seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya:
"Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah
menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata:
"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang
memeliharanya.” (Luk 11:27-28),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Seorang ibu pada umumnya akan bangga dan berbahagia
ketika anak-anaknya atau ada salah seorang anak sukses/berhasil menjadi ‘orang’
alias menjadi tokoh penting, terkenal dan terhormat dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegara dan beragama. Itulah perasaan hati seorang perempuan
yang sedang mendengarkan pengajaran Yesus dan berkata kepadaNya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung
Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau”. Menanggapi pujian ini Yesus
dengan rendah hati menjawab: “Yang
berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya”.
Jawaban Yesus ini tidak berarti mengingkari Bunda Maria, yang telah
mengandung dan menyusuiNya, melainkan merupakan peneguhan bahwa Bunda Maria
adalah yang sungguh berbahagia, bukan karena mengandung dan menyusui Yesus
melainkan karena ia ‘mendengarkan firman
Allah dan memeliharanya’. Kebahagiaan sejati adalah mendengarkan firman
Allah dan memeliharanya atau menghayatinya, dan Bunda Maria telah menghayatinya
serta menjadi teladan hidup beriman. Maka baiklah jika kita mengaku diri
sebagai orang beriman serta mendambakan kebahagiaan sejati, marilah kita
bacakan, dengarkan dan renungkan serta hayati firman-firman Allah sebagaimana tertulis
di dalam Kitab Suci. Firman Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci
pertama-tama dan terutama untuk ‘dibacakan’ dan ‘didengarkan’, maka baiklah
kita ‘bacakan’ untuk orang lain atau diri sendiri atau kita ‘dengarkan’ ketika
sedangkan dibacakan firman Allah. Ingat ‘membacakan’ tidak sama dengan
‘membaca’, ‘mendengarkan’ tidak sama dengan ‘mendengar’. Hemat saya sebagai
orang beriman, yang antara lain berarti membuka hati, jiwa, akal budi dan
tubuh, kiranya ketika mendengarkan firman Allah pasti akan dipengaruhi dan
dikuasai karena Allah maha-segalanya, Deus
semper maior est. , dan dengan demikian mau tidak mau orang beriman akan
melaksanakan atau menghayati apa yang difirmankan atau diperintahkan oleh Allah
tanpa syarat. “Mendengarkan” merupakan
keutamaan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi beriman,
dan untuk dapat mendengarkan dengan baik butuh kerendahan hati. Entah dalam
belajar atau bekerja hemat saya jika mendambakan keberhasilan atau kesuksesan
hendaknya menghayati keutamaan ‘mendengarkan’
Iman muncul, tumbuh dan berkembang karena pendengaran.
· “Hukum Taurat
adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena
iman. Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di
bawah pengawasan penuntun” (Gal 3:24-25), demikian kesaksian Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua orang beriman. Sebagai orang yang
lemah dan rapuh untuk tumbuh berkembang dalam iman memang butuh tuntunan. Ada aneka aturan atau hukum yang diberlakukan di dalam
hidup bersama, yang diharapkan menjadi tuntunan bagi mereka yang terkait atau
berada dalam lingkup aturan dan hukum tersebut untuk tumbuh berkembang sebagai
pribadi cerdas beriman. Juga ada rumus-rumus janji, visi atau motto yang
terkait dengan panggilan, tugas perutusan dan pekerjaan kita. Maka marilah
dengan rendah hati dan bergotong-royong kita berusaha untuk menghayati aturan,
hukum, janji, visi atau motto yang terkait dengan panggilan, tugas perutusan
dan pekerjaan kita masing-masing. Memang jika kita sungguh beriman akhirnya
kita akan merasa bebas merdeka, artinya menghayati atau melaksanakan aneka
tuntunan tersebut ringan adanya serta senantiasa bergembira, sebaliknya jika
kita kurang atau tidak beriman maka aneka tuntunan terrasa menjadi beban berat
dan penghalang. Pandanglah, lihatlah, sikapilah aneka tuntunan dalam dan dengan
semangat cintakasih, karena aneka tuntunan tersebut merupakan terjemahan atau
uraian bagaimana orang harus mewujudkan cintakasih dalam hidup dan kesibukan
sehari-hari. Sebagai orang yang beriman pada Yesus Kristus baiklah menghayati
ajakan ini: “Jikalau kamu adalah milik
Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji
Allah” (Gal 3:29).
Kamis, 09 Oktober 2008
Telah kembali kerumah Bapa di Surga
Bapak Philipus Mudjijono pada tanggal 7 Oktober 2008
Doa 7 hari :Minggu 12-10-2008 jam 19.30 wib
Doa 7 hari :Minggu 12-10-2008 jam 19.30 wib
Senin, 06 Oktober 2008
Makna doa Rosario
Doa Rosario adalah doa renungan
Doa Rosario adalah doa renungan. Sambil mendaras doa Salam Maria berulang-ulang (10 kali) para pendoa merenungkan salah satu misteri yang dirangkai dalam rosario. Pemahaman dan praktek ini sangat ditekankan oleh sejumlah dokumen/pernyataan pimpinan Gereja:
1. Doa rosario adalah salah satu tradisi kontemplasi Kristiani yang terbaik dan paling berharga. Rosario adalah doa renungan yang khas. (Surat Apostolik Rosario Perawan Maria [RPM] no. 5)
2. Doa Rosario adalah sarana yang paling efektif untuk mengembangkan diri di kalangan kaum beriman, suatu komitmen untuk merenungkan misteri Kristiani; ini sudah saya usulkan dalam surat Apostolik Novo Millennio Ineunte sebagai "latihan kekudusan" yang sejati. Kita memerlukan kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa. (No. 32: AAS 93 (2001), 288)
3. Doa Rosario adalah doa renungan yang sangat indah. Tanpa unsur renungan, doa Rosario akan kehilangan maknanya. Tanpa renungan, doa Rosario menjadi ibarat tubuh tanpa jiwa, dan ada bahaya bahwa pendarasannya akan nenjadi pengulangan kata-kata secara mekanis. Ini bertentangan dengan anjuran Yesus: 'Dalam doamu, janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan' (Mat 6:7). Sedari hakikatnya, pendarasan Rosario membangun irama yang tenang dan tetap. Ini akan membantu orang untuk merenungkan misteri-misteri kehidupan Kristus. (Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Februari 1974, 156; RPM no. 12)
[sunting] Doa Rosario adalah ringkasan Injil
Doa Rosario adalah "ringkasan Injil", karena di dalamnya dirangkai dan direnungkan sejarah keselamatan yang dipaparkan dalam Injil; mulai kisah-kisah sekitar inkarnasi sampai dengan kebangkitan dan kenaikan Tuhan. Dengan ditambahkannya satu rangkaian peristiwa baru, yakni peristiwa terang, doa Rosario menjadi ringkasan Injil yang lebih utuh. Kini renungan Rosario mencakup: peristiwa-peristiwa sekitar inkarnasi dan masa kecil Yesus (peristiwa-peristiwa gembira), peristiwa-peristiwa amat penting dalam pelayanan Yesus di hadapan umum (peristiwa-peristiwa terang), peristiwa-peristiwa sekitar sengsara-Nya (peristiwa-peristiwa sedih), dan kenangan akan kebangkitan-Nya (peristiwa-peristiwa mulia). (RPM no. 19)
[sunting] Doa Rosario adalah doa Kristologis
Doa Rosario adalah salah satu doa Kristiani yang sangat Injili, yang intinya adalah renungan tentang Kristus. Sebagai doa Injil, Rosario dipusatkan pada misteri inkarnasi yang menyelamatkan, dan memiliki orientasi Kristologis yang gamblang. Unsurnya yang paling khas adalah pendarasan doa Salam Maria secara berantai. Tetapi puncak dari Salam Maria sendiri adalah nama Yesus. Nama ini menjadi puncak baik dari kabar/salam malaikat, "Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu," maupun dari salam ibu Yohanes Pembaptis, "Terpujilah buah tubuhmu" (Luk 1:42). Pendarasan Salam Maria secara berantai itu menjadi bingkai, dimana dirajut renungan atau kontemplasi atas misteri-misteri yang ditampilkan lewat Rosario. (Paus Paulus VI, Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Februari 1974, 46)
[sunting] Untaian Rosario
Doa Rosario melahirkan sebuah alat untuk menghitung jumlah doa Salam Maria yang didaraskan, yakni Rosario atau kalung Rosario. Jari-jari tangan bergerak dari satu manik-manik ke satu manik-manik lainnya sejalan dengan didaraskannya doa. Tanpa harus menghitung di dalam ingatan jumlah doa Salam Maria yang didaraskan, pikiran seseorang akan lebih bisa mendalami, dalam meditasi, peristiwa-peristiwa suci dalam Doa Rosario.
Lima dekade rosario meliputi lima kelompok sepuluh manik-manik, dengan tambahan manik-manik besar pada tempat longgar sebelum tiap dekade-nya. Doa Salam Maria diucapkan pada tiap manik-manik dalam sebuah dekade, sementara doa Bapa Kami diucapkan pada manik-manik besar. Sebuah peristiwa baru diumumkan dan didalami pada saat jari tangan berhenti pada manik-manik yang besar.
Beberapa rosario, terutama yang digunakan oleh beberapa ordo/tarekat keagamaan, memiliki lima belas dekade, merujuk pada lima belas peristiwa suci tradisional dari Doa Rosario. Baik rosario dengan lima maupun lima belas dekade semuanya terikat pada sebuah untaian pendek, yang bermula pada sebuah Crucifix diikuti oleh sebuah manik-manik besar, tiga manik-manik kecil dan sebuah manik-manik besar sebelum menyambung pada keseluruhan rosario tadi. Pendarasan rosario dimulai pada untaian pendek, mengucapkan Kredo Para Rasul (Aku Percaya) di Crucifix, satu doa Bapa Kami pada manik-manik besar pertama, tiga doa Salam Maria pada tiga manik-manik kecil berikutnya, dan doa Kemuliaan pada manik-manik besar berikutnya. Pendarasan dekade-dekade rosario lantas mengikuti.
Walaupun menghitung doa dengan menggunakan untaian manik-manik telah menjadi kebiasaan, Doa Rosario nyatanya tidak mengharuskan penggunaan untaian manik-manik tersebut. Doa ini bisa didaraskan dengan menggunakan alat-alat menghitung lainnya, dengan menghitung menggunakan jari tangan seseorang, atau menghitungnya tanpa alat apa pun.
[sunting] Doa-doa dalam Rosario
Tanda Salib
Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.
Syahadat Para Rasul
Aku percaya akan Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi;
dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita;
yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria;
yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus;
disalibkan, wafat dan dimakamkan;
yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati;
yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Maha Kuasa;
dari situ Ia akan datang, mengadili orang yang hidup dan mati.
Aku percaya akan Roh Kudus,
Gereja Katolik yang Kudus,
persekutuan para kudus,
pengampunan dosa,
kebangkitan badan,
kehidupan kekal,
Amin.
Bapa Kami
Bapa Kami yang ada di surga, dimuliakanlah nama-Mu,
datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat,
Amin.
Salam Maria
Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan serta-Mu,
terpujilah Engkau di antara wanita,
dan terpujilah buah tubuh-Mu, Yesus.
Santa Maria, Bunda Allah,
doakanlah kami yang berdosa ini,
sekarang dan waktu kami mati,
Amin.
Kemuliaan
Kemuliaan kepada Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus,
seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad,
Amin.
Terpujilah ...
Terpujilah nama Yesus, Maria dan Yosef,
sekarang dan selama-lamanya.
Doa Fatima
Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa-dosa kami.
Selamatkanlah kami dari api neraka,
dan hantarlah jiwa-jiwa ke surga,
terlebih jiwa-jiwa yang sangat membutuhkan kerahiman-Mu,
Amin.
Doa Rosario adalah doa renungan. Sambil mendaras doa Salam Maria berulang-ulang (10 kali) para pendoa merenungkan salah satu misteri yang dirangkai dalam rosario. Pemahaman dan praktek ini sangat ditekankan oleh sejumlah dokumen/pernyataan pimpinan Gereja:
1. Doa rosario adalah salah satu tradisi kontemplasi Kristiani yang terbaik dan paling berharga. Rosario adalah doa renungan yang khas. (Surat Apostolik Rosario Perawan Maria [RPM] no. 5)
2. Doa Rosario adalah sarana yang paling efektif untuk mengembangkan diri di kalangan kaum beriman, suatu komitmen untuk merenungkan misteri Kristiani; ini sudah saya usulkan dalam surat Apostolik Novo Millennio Ineunte sebagai "latihan kekudusan" yang sejati. Kita memerlukan kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa. (No. 32: AAS 93 (2001), 288)
3. Doa Rosario adalah doa renungan yang sangat indah. Tanpa unsur renungan, doa Rosario akan kehilangan maknanya. Tanpa renungan, doa Rosario menjadi ibarat tubuh tanpa jiwa, dan ada bahaya bahwa pendarasannya akan nenjadi pengulangan kata-kata secara mekanis. Ini bertentangan dengan anjuran Yesus: 'Dalam doamu, janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan' (Mat 6:7). Sedari hakikatnya, pendarasan Rosario membangun irama yang tenang dan tetap. Ini akan membantu orang untuk merenungkan misteri-misteri kehidupan Kristus. (Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Februari 1974, 156; RPM no. 12)
[sunting] Doa Rosario adalah ringkasan Injil
Doa Rosario adalah "ringkasan Injil", karena di dalamnya dirangkai dan direnungkan sejarah keselamatan yang dipaparkan dalam Injil; mulai kisah-kisah sekitar inkarnasi sampai dengan kebangkitan dan kenaikan Tuhan. Dengan ditambahkannya satu rangkaian peristiwa baru, yakni peristiwa terang, doa Rosario menjadi ringkasan Injil yang lebih utuh. Kini renungan Rosario mencakup: peristiwa-peristiwa sekitar inkarnasi dan masa kecil Yesus (peristiwa-peristiwa gembira), peristiwa-peristiwa amat penting dalam pelayanan Yesus di hadapan umum (peristiwa-peristiwa terang), peristiwa-peristiwa sekitar sengsara-Nya (peristiwa-peristiwa sedih), dan kenangan akan kebangkitan-Nya (peristiwa-peristiwa mulia). (RPM no. 19)
[sunting] Doa Rosario adalah doa Kristologis
Doa Rosario adalah salah satu doa Kristiani yang sangat Injili, yang intinya adalah renungan tentang Kristus. Sebagai doa Injil, Rosario dipusatkan pada misteri inkarnasi yang menyelamatkan, dan memiliki orientasi Kristologis yang gamblang. Unsurnya yang paling khas adalah pendarasan doa Salam Maria secara berantai. Tetapi puncak dari Salam Maria sendiri adalah nama Yesus. Nama ini menjadi puncak baik dari kabar/salam malaikat, "Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu," maupun dari salam ibu Yohanes Pembaptis, "Terpujilah buah tubuhmu" (Luk 1:42). Pendarasan Salam Maria secara berantai itu menjadi bingkai, dimana dirajut renungan atau kontemplasi atas misteri-misteri yang ditampilkan lewat Rosario. (Paus Paulus VI, Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Februari 1974, 46)
[sunting] Untaian Rosario
Doa Rosario melahirkan sebuah alat untuk menghitung jumlah doa Salam Maria yang didaraskan, yakni Rosario atau kalung Rosario. Jari-jari tangan bergerak dari satu manik-manik ke satu manik-manik lainnya sejalan dengan didaraskannya doa. Tanpa harus menghitung di dalam ingatan jumlah doa Salam Maria yang didaraskan, pikiran seseorang akan lebih bisa mendalami, dalam meditasi, peristiwa-peristiwa suci dalam Doa Rosario.
Lima dekade rosario meliputi lima kelompok sepuluh manik-manik, dengan tambahan manik-manik besar pada tempat longgar sebelum tiap dekade-nya. Doa Salam Maria diucapkan pada tiap manik-manik dalam sebuah dekade, sementara doa Bapa Kami diucapkan pada manik-manik besar. Sebuah peristiwa baru diumumkan dan didalami pada saat jari tangan berhenti pada manik-manik yang besar.
Beberapa rosario, terutama yang digunakan oleh beberapa ordo/tarekat keagamaan, memiliki lima belas dekade, merujuk pada lima belas peristiwa suci tradisional dari Doa Rosario. Baik rosario dengan lima maupun lima belas dekade semuanya terikat pada sebuah untaian pendek, yang bermula pada sebuah Crucifix diikuti oleh sebuah manik-manik besar, tiga manik-manik kecil dan sebuah manik-manik besar sebelum menyambung pada keseluruhan rosario tadi. Pendarasan rosario dimulai pada untaian pendek, mengucapkan Kredo Para Rasul (Aku Percaya) di Crucifix, satu doa Bapa Kami pada manik-manik besar pertama, tiga doa Salam Maria pada tiga manik-manik kecil berikutnya, dan doa Kemuliaan pada manik-manik besar berikutnya. Pendarasan dekade-dekade rosario lantas mengikuti.
Walaupun menghitung doa dengan menggunakan untaian manik-manik telah menjadi kebiasaan, Doa Rosario nyatanya tidak mengharuskan penggunaan untaian manik-manik tersebut. Doa ini bisa didaraskan dengan menggunakan alat-alat menghitung lainnya, dengan menghitung menggunakan jari tangan seseorang, atau menghitungnya tanpa alat apa pun.
[sunting] Doa-doa dalam Rosario
Tanda Salib
Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.
Syahadat Para Rasul
Aku percaya akan Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi;
dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita;
yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria;
yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus;
disalibkan, wafat dan dimakamkan;
yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati;
yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Maha Kuasa;
dari situ Ia akan datang, mengadili orang yang hidup dan mati.
Aku percaya akan Roh Kudus,
Gereja Katolik yang Kudus,
persekutuan para kudus,
pengampunan dosa,
kebangkitan badan,
kehidupan kekal,
Amin.
Bapa Kami
Bapa Kami yang ada di surga, dimuliakanlah nama-Mu,
datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat,
Amin.
Salam Maria
Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan serta-Mu,
terpujilah Engkau di antara wanita,
dan terpujilah buah tubuh-Mu, Yesus.
Santa Maria, Bunda Allah,
doakanlah kami yang berdosa ini,
sekarang dan waktu kami mati,
Amin.
Kemuliaan
Kemuliaan kepada Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus,
seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad,
Amin.
Terpujilah ...
Terpujilah nama Yesus, Maria dan Yosef,
sekarang dan selama-lamanya.
Doa Fatima
Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa-dosa kami.
Selamatkanlah kami dari api neraka,
dan hantarlah jiwa-jiwa ke surga,
terlebih jiwa-jiwa yang sangat membutuhkan kerahiman-Mu,
Amin.
Minggu, 21 September 2008
Pertemuan Pendalaman Kitab Suci Minggu Ke 3
9:6. Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.
9:7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
9:8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.
9:9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya."
9:10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;
9:11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.
9:12 Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.
9:13 Dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua orang,
9:14 sedangkan di dalam doa mereka, mereka juga merindukan kamu oleh karena kasih karunia Allah yang melimpah di atas kamu.
9:15 Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!
9:7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
9:8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.
9:9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya."
9:10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;
9:11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.
9:12 Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.
9:13 Dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua orang,
9:14 sedangkan di dalam doa mereka, mereka juga merindukan kamu oleh karena kasih karunia Allah yang melimpah di atas kamu.
9:15 Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!
Minggu, 14 September 2008
Lukas 6:30-38
6:30 Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.
6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.
6:32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.
6:33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.
6:34 Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.
6:35 Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
6:36 Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
6:37. "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.
6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.
6:32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.
6:33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.
6:34 Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.
6:35 Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
6:36 Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
6:37. "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.
6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
“Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
“Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
(Gal 1:6-12; Luk 10:25-37)
“Pada suatu kali berdirilah seorang ahli
Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang
tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab
orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu,
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus
kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan
hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus:
"Dan siapakah sesamaku manusia?"
(Luk 10:25-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Semua orang atau siapapun kiranya mendambakan atau
mencita-citakan hidup bahagia, damai sejatera dan selamat baik di dunia maupun
di akhirat nanti atau setelah dipanggil Tuhan/meninggal dunia hidup mulia di
sorga bersama Allah, Pencipta dunia. Syarat atau sarana untuk hidup bahagia,
damai sejahtera dan selamat adalah dengan menghayati atau melaksanakan
perintah/sabda ini: “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu
sendiri”. Kasih terhadap Allah harus menjadi nyata dalam kasih terhadap
sesama manusia: semakin mengasihi Allah berarti semakin mengasihi sesama
manusia, semakin mengasihi sesama manusia berarti semakin mengasihi Allah. Yang
dapat diindrai dan dinikmati selama hidup di dunia ini kiranya adalah kasih
terhadap sesama manusia. “Siapa sesamaku manusia?” Dalam kisah Warta Gembira
hari ini kepada kita ditunjukkan bahwa sesama manusia yang mendesak atau segera
kita kasihi adalah mereka yang sungguh membutuhkan, yang sedang sakit dan
menderita. Dalam kisah hari ini yang menderita adalah orang yang dirampok dan
hampir mati. Dalam hidup kita sehari-hari kiranya mereka yang sakit dan
menderita, tidak hanya secara phisik melulu, tetapi juga spiritual, yaitu sakit
hati/pemarah, sakit jiwa/gila atau sakit
akal budi/ bodoh. Tanpa pandang bulu, SARA, usia, dst.. marilah siapapun yang
sedang menderita sakit kita kasihi sesuai dengan kebutuhannya untuk menjadi
sembuh, sehat wal’afiat kembali. Untuk kita kita harus dengan jiwa besar dan
hati rela berkorban mempersembahkan hati, jiwa, akal budi,
kekuatan/tenaga/harta benda/uang bagi mereka yang sedang menderita sakit.
Menderita sakit adalah bagian atau langkah menuju ke kematian atau dipanggil
Tuhan, maka sebagaimana kita dengan jiwa besar dan rela berkorban untuk memperhatikan mereka yang telah dipanggil
Tuhan (bdk ‘melayat’), hendaknya hal yang sama kita lakukan pada saat-saat
saudara dan saudari kita berada di dalam perjalanan menuju ke kematian alias
sedang menderita sakit.
· “Jadi
bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah
kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada
manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus. Sebab aku menegaskan kepadamu,
saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil
manusia.Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang
mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus”(Gal 1:10-12).
Pertanyaan refleksif Paulus “adakah
kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah”, kiranya juga menjadi
pertanyaan refleksif kita semua. Apa yang kucari dengan susah payah atau kerja
keras di dunia ini: kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Kesukaan manusia yang
baik atau berbudi pekerti luhur kiranya identik atau sama dengan kesukaan
Allah, maka marilah dengan rendah hati kita berusaha untuk menjadi manusia yang
baik atau berbudi pekerti luhur. Orang yang berbudi pekerti luhur rasanya
menghayati beberapa dari keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai ini: “bekerja keras, berani memikul resiko,
berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran
jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur,
bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis,
efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas,
mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan,
menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif,
rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban,
rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan
santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka, ulet” (Prof
Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –
Jakarta 1997). Jika orang unggul atau secara mendalam menghayati salah satu keutamaan
atau nilai tersebut di atas hemat saya secara inklusif yang bersangkutan juga
menghayati keutamaan atau nilai-nilai lainnya.
“Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan
segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah. Besar
perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya. Perbuatan
tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk
seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran”(Mzm 111:1-2.7-8)
Jakarta, 6 Oktober 2008
(Gal 1:6-12; Luk 10:25-37)
“Pada suatu kali berdirilah seorang ahli
Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang
tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab
orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu,
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus
kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan
hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus:
"Dan siapakah sesamaku manusia?"
(Luk 10:25-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Semua orang atau siapapun kiranya mendambakan atau
mencita-citakan hidup bahagia, damai sejatera dan selamat baik di dunia maupun
di akhirat nanti atau setelah dipanggil Tuhan/meninggal dunia hidup mulia di
sorga bersama Allah, Pencipta dunia. Syarat atau sarana untuk hidup bahagia,
damai sejahtera dan selamat adalah dengan menghayati atau melaksanakan
perintah/sabda ini: “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu
sendiri”. Kasih terhadap Allah harus menjadi nyata dalam kasih terhadap
sesama manusia: semakin mengasihi Allah berarti semakin mengasihi sesama
manusia, semakin mengasihi sesama manusia berarti semakin mengasihi Allah. Yang
dapat diindrai dan dinikmati selama hidup di dunia ini kiranya adalah kasih
terhadap sesama manusia. “Siapa sesamaku manusia?” Dalam kisah Warta Gembira
hari ini kepada kita ditunjukkan bahwa sesama manusia yang mendesak atau segera
kita kasihi adalah mereka yang sungguh membutuhkan, yang sedang sakit dan
menderita. Dalam kisah hari ini yang menderita adalah orang yang dirampok dan
hampir mati. Dalam hidup kita sehari-hari kiranya mereka yang sakit dan
menderita, tidak hanya secara phisik melulu, tetapi juga spiritual, yaitu sakit
hati/pemarah, sakit jiwa/gila atau sakit
akal budi/ bodoh. Tanpa pandang bulu, SARA, usia, dst.. marilah siapapun yang
sedang menderita sakit kita kasihi sesuai dengan kebutuhannya untuk menjadi
sembuh, sehat wal’afiat kembali. Untuk kita kita harus dengan jiwa besar dan
hati rela berkorban mempersembahkan hati, jiwa, akal budi,
kekuatan/tenaga/harta benda/uang bagi mereka yang sedang menderita sakit.
Menderita sakit adalah bagian atau langkah menuju ke kematian atau dipanggil
Tuhan, maka sebagaimana kita dengan jiwa besar dan rela berkorban untuk memperhatikan mereka yang telah dipanggil
Tuhan (bdk ‘melayat’), hendaknya hal yang sama kita lakukan pada saat-saat
saudara dan saudari kita berada di dalam perjalanan menuju ke kematian alias
sedang menderita sakit.
· “Jadi
bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah
kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada
manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus. Sebab aku menegaskan kepadamu,
saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil
manusia.Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang
mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus”(Gal 1:10-12).
Pertanyaan refleksif Paulus “adakah
kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah”, kiranya juga menjadi
pertanyaan refleksif kita semua. Apa yang kucari dengan susah payah atau kerja
keras di dunia ini: kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Kesukaan manusia yang
baik atau berbudi pekerti luhur kiranya identik atau sama dengan kesukaan
Allah, maka marilah dengan rendah hati kita berusaha untuk menjadi manusia yang
baik atau berbudi pekerti luhur. Orang yang berbudi pekerti luhur rasanya
menghayati beberapa dari keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai ini: “bekerja keras, berani memikul resiko,
berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran
jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur,
bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis,
efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas,
mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan,
menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif,
rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban,
rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan
santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka, ulet” (Prof
Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –
Jakarta 1997). Jika orang unggul atau secara mendalam menghayati salah satu keutamaan
atau nilai tersebut di atas hemat saya secara inklusif yang bersangkutan juga
menghayati keutamaan atau nilai-nilai lainnya.
“Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan
segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah. Besar
perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya. Perbuatan
tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk
seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran”(Mzm 111:1-2.7-8)
Jakarta, 6 Oktober 2008
Langganan:
Postingan (Atom)