“Kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan tetapi bagian
dalammu penuh rampasan dan kejahatan.”
(Gal 4:31b-5:6; Luk 11:37-41)
“Ketika Yesus selesai mengajar, seorang
Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu
duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak
mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu
orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan,
tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh,
bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian
dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya
akan menjadi bersih bagimu” (Luk 11:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Gaya hidup formal atau liturgis rasanya marak di
sana-sini, entah dalam hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang
lebih menekankan dan mengutamakan penampilan ‘phisik’ daripada ‘hati’ alias ‘bersandiwara’. Berpakaian rapi,
memakai jas dan dasi serta minyak wangi yang harum sehingga nampak menarik dan
menawan secara phisik, tetapi sebenarnya ia adalah koruptor atau penjahat ;
tampil seksi dengan ornament yang aduhai serta pakaian bersih ternyata pelacur,
dst.. Ketika beribadat nampak khusuk dan penuh hormat melalui doa dan nyanyian,
tetapi begitu selesai ibadat langsung marah-marah kepada orang lain. “Berikanlah isinya sebagai sedekah dan
sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu”, demikian sabda Yesus
yang harus kita renungkan dan hayati. Marilah kita jujur dan transparant
tentang diri kita masing-masing dalam penampilan. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat
curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela
berkorban untuk kebenaran.Ini diwujudkan dalam perilaku yang tidak suka
berbohong dan berbuat curang serta rela berkorban untuk mempertahankan
kebenaran. Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan Tuhan dan diri
sendiri” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur,
Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Kejujuran ini rasanya baik sedini
mungkin kita ajarkan atau binakan kepada anak-anak entah di dalam keluarga atau
sekolah, tentu saja pertama-tama dan terutama dengan keteladanan orangtua atau
para guru/pendidik. Di sekolah atau perguruan tinggi hendaknya diberlakukan
‘dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian’. Hemat saya aneka bentuk
kebohongan atau penampilan palsu atau sandiwara kehidupan dan korupsi terjadi
antara karena ketika dibiarkannya tindakan menyontek di sekolah-sekolah.
·
“Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan
kebenaran yang kita harapkan. Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus
Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman
yang bekerja oleh kasih”(Gal 5:5-6),
demikian kesaksian iman Paulus. “Iman
yang bekerja oleh kasih” itulah yang mempunyai arti, nilai dan makna bagi
hidup kita, bukan kekayaan, harta benda, pangkat, kedudukan, jabatan atau
kehormatan duniawi. “Jika iman itu tidak
disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”(Yak 2:17), dan perbuatan itu adalah kasih. Masing-masing dari
kita diciptakan, dibesarkan dan dididik dalam dan oleh kasih, tanpa kasih kita
tidak dapat berada seperti sekarang ini. Kasih merupakan ajaran yang pertama
dan utama dari Yesus. Apa itu kasih? “Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).. Kasih yang sering dilambangkan
dengan cincin yang bulat menunjukkan bahwa kita harus saling mengasihi secara
total (dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap
kekuatan/tubuh) dan tanpa batas. Kasih tidak dapat dibatasi oleh SARA, usia,
pangkat, kedudukan dan jabatan. Kita semua dipanggil untuk ‘bekerja oleh kasih’ artinya
dimanapun dan kapanpun serta dalam kesibukan dan pelayanan apapun kita harus
saling mengasihi. Dekati, sikapi segala sesuatu dalam dan oleh kasih, jika anda
mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera, selamat lahir dan batin. Apapun dan
siapapun yang disikapi dan diperlakukan dalam kasih akan sungguh berarti,
bermakna dan bernilai bagi kehidupan kita.
“Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari
mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-
Mu. Aku hendak berpegang pada
Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya. Aku hendak hidup dalam
kelegaan, sebab aku mencari titah-titah- Mu. Aku hendak bergemar dalam
perintah-perintah- Mu yang kucintai itu. Aku menaikkan tanganku kepada
perintah-perintah- Mu yang kucintai, dan aku hendak merenungkan
ketetapan-ketetapan -Mu “(Mzm
119:43-45.47- 48)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar