"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib ”
(Am 8:4-6.9-12; Mat 9:9-13)
“Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu” demikian salah satu pernyataan iman para Yesuit yang berkumpul dalam Konggregasi Jendral SJ ke 32 di Roma. Pengakuan atau pernyataan ini kiranya sesuai dengan panggilan para Yesuit yang sering menyatakan diri sebagai sahabat-sahabat Yesus, yang datang untuk memanggil dan mengampuni para pendosa. Saya berharap kepada semua umat beriman untuk meneladan Yesus, Tuhan yang datang untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dan bukan menghukumnya. Jika kita mawas diri dengan jujur dan benar kiranya kita juga akan mengakui dosa-dosa kita yang begitu banyak, namun tidak pernah diingat atau diperhitungkan oleh Tuhan, melainkan diampuninya. Dengan kata lain kita semua memiliki pengalaman kasih pengampunan yang melimpah ruah dari Tuhan, dan selanjutnya kita dipanggil untuk meneruskan kasih pengampunan tersebut kepada saudara-saudari
kita atau sesama kita, tanpa pandang bulu. Marilah kita sadari juga bahwa selama masa balita kita sungguh telah menerima kasih pengampunan Tuhan melalui orangtua kita, khususnya ibu kita masing-masing yang telah mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik kita dengan penuh kasih penganpunan. Marilah kita senantiasa berbelas kasih kepada orang-orang berdosa, dan pecayalah jika orang berdosa dikasihi pasti akan segera bertobat. Orang-orang berdosa atau bersalah tidak untuk disingkirkan atau dibuang, melainkan harus diampuni dan diselamatkan, itulah tugas panggilan segenap umat beriman.
· “Terimalah didikanku, lebih dari pada perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan.Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apa pun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya. Aku, hikmat, tinggal bersama-sama dengan kecerdasan, dan aku mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan” (Am 8:10-12). “Hikmat lebih berharga daripada permata” itulah yang hendaknya kita renungkan, hayati dan sebarluaskan. Pendidikan lebih utama dan penting daripada pengumpulan harta benda/uang maupun pewarisan harta benda/uang. Kami berharap para orangtua lebih mengutamakan pendidikan anak-anaknya daripada kepentingan lainnya, demikian juga pemerintah di tingkat mana pun kami harapkan lebih mengutamakan pendidikan rakyatnya. Tujuan utama mendidik adalah agar para peserta didik sungguh berhikmat, berbudi pekerti luhur atau bermoral alias cerdas secara spiritual. Untuk itu kami harapkan di semua sekolah atau pendidikan di tingkat mana pun diperlakukan
larangan menyontek baik dalam ulangan atau ujian. Hemat saya kebobrokan moral atau budi pekerti warganegara atau bangsa kita saat ini karena para penentu kebijakan hidup bersama tidak memperhatikan pelayanan pendidikan yang baik, melainkan hanya mengejar kepentingan sendiri untuk menumpuk kekayaan atau uang dengan melakukan korupsi. Membiasakan menyontek di kalangan peserta didik atau mahasiswa merupakan pendidikan korupsi di sekolah-sekolah. Korupsi berarti pembusukan linkungan hidup dan dengan demikian lingkungan hidup yang telah dicemari oleh para koruptor tidak sedap lagi. Cukup menarik bahwa ada oknum Departemen Agama yang juga anggota DPR melakukan korupsi dalam proyek mencetak kitab suci Al Qur’an, hal senada juga dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan penggunaan harta benda atau uang di lingkungan tokoh atau pemuka Gereja Katolik. Jika kita tidak beres dalam hal pengurusan harta benda atau uang berarti kita juga tak akan beres perihal
hidup kita, dengan kata lain kita tak berhikmat. Akhirnya kami berharap kepada para orangtua untuk dengan sungguh-sungguh mengutamakan pendidikan anak-anaknya agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang berhikmat, berbudi pekerti luhur atau bermoral.
“Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu” (Mzm 119:2.10)
Ign 6 Juli 2012
(Am 8:4-6.9-12; Mat 9:9-13)
“Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu” demikian salah satu pernyataan iman para Yesuit yang berkumpul dalam Konggregasi Jendral SJ ke 32 di Roma. Pengakuan atau pernyataan ini kiranya sesuai dengan panggilan para Yesuit yang sering menyatakan diri sebagai sahabat-sahabat Yesus, yang datang untuk memanggil dan mengampuni para pendosa. Saya berharap kepada semua umat beriman untuk meneladan Yesus, Tuhan yang datang untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dan bukan menghukumnya. Jika kita mawas diri dengan jujur dan benar kiranya kita juga akan mengakui dosa-dosa kita yang begitu banyak, namun tidak pernah diingat atau diperhitungkan oleh Tuhan, melainkan diampuninya. Dengan kata lain kita semua memiliki pengalaman kasih pengampunan yang melimpah ruah dari Tuhan, dan selanjutnya kita dipanggil untuk meneruskan kasih pengampunan tersebut kepada saudara-saudari
kita atau sesama kita, tanpa pandang bulu. Marilah kita sadari juga bahwa selama masa balita kita sungguh telah menerima kasih pengampunan Tuhan melalui orangtua kita, khususnya ibu kita masing-masing yang telah mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik kita dengan penuh kasih penganpunan. Marilah kita senantiasa berbelas kasih kepada orang-orang berdosa, dan pecayalah jika orang berdosa dikasihi pasti akan segera bertobat. Orang-orang berdosa atau bersalah tidak untuk disingkirkan atau dibuang, melainkan harus diampuni dan diselamatkan, itulah tugas panggilan segenap umat beriman.
· “Terimalah didikanku, lebih dari pada perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan.Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apa pun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya. Aku, hikmat, tinggal bersama-sama dengan kecerdasan, dan aku mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan” (Am 8:10-12). “Hikmat lebih berharga daripada permata” itulah yang hendaknya kita renungkan, hayati dan sebarluaskan. Pendidikan lebih utama dan penting daripada pengumpulan harta benda/uang maupun pewarisan harta benda/uang. Kami berharap para orangtua lebih mengutamakan pendidikan anak-anaknya daripada kepentingan lainnya, demikian juga pemerintah di tingkat mana pun kami harapkan lebih mengutamakan pendidikan rakyatnya. Tujuan utama mendidik adalah agar para peserta didik sungguh berhikmat, berbudi pekerti luhur atau bermoral alias cerdas secara spiritual. Untuk itu kami harapkan di semua sekolah atau pendidikan di tingkat mana pun diperlakukan
larangan menyontek baik dalam ulangan atau ujian. Hemat saya kebobrokan moral atau budi pekerti warganegara atau bangsa kita saat ini karena para penentu kebijakan hidup bersama tidak memperhatikan pelayanan pendidikan yang baik, melainkan hanya mengejar kepentingan sendiri untuk menumpuk kekayaan atau uang dengan melakukan korupsi. Membiasakan menyontek di kalangan peserta didik atau mahasiswa merupakan pendidikan korupsi di sekolah-sekolah. Korupsi berarti pembusukan linkungan hidup dan dengan demikian lingkungan hidup yang telah dicemari oleh para koruptor tidak sedap lagi. Cukup menarik bahwa ada oknum Departemen Agama yang juga anggota DPR melakukan korupsi dalam proyek mencetak kitab suci Al Qur’an, hal senada juga dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan penggunaan harta benda atau uang di lingkungan tokoh atau pemuka Gereja Katolik. Jika kita tidak beres dalam hal pengurusan harta benda atau uang berarti kita juga tak akan beres perihal
hidup kita, dengan kata lain kita tak berhikmat. Akhirnya kami berharap kepada para orangtua untuk dengan sungguh-sungguh mengutamakan pendidikan anak-anaknya agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang berhikmat, berbudi pekerti luhur atau bermoral.
“Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu” (Mzm 119:2.10)
Ign 6 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar