Minggu, 18 Januari 2009

“Pada waktu itulah mereka akan berpuasa”.

“Pada waktu itulah mereka akan berpuasa”.

(Ibr 5:1-10; Mrk 2:18-22)



“Pada suatu kali ketika murid-murid
Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan
mengatakan kepada Yesus: "Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid
orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada
mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang
mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak
dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka,
dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan
secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain
penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah
koyaknya. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam
kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan
kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi
anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.” (Mrk 2:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

· Ketika orang baru saja menikah, ditabbiskan menjadi imam,
berkaul hidup membiara, belajar atau bekerja pada umumnya bergairah, gembira
dan bahagia dalam melaksanakan tugas pengutusan atau menghayati panggilannya.
Namun seiring dengan perjalanan waktu serta harus menghadapi aneka tantangan
dan hambatan dalam hidup dan kerja kegairahan, kegembiraan dan kebahagiaan
tersebut mengalami erosi atau bahkan hancur berantakan. Orang merasa bosan,
jenuh dan tidak terpesona lagi terhadap apa-apa yang biasa-biasa saja atau
setiap hari bertemu dan hidup serta bekerja bersama dengan pribadi-pribadi yang
itu-itu juga. “Anggur yang baru hendaknya
disimpan dalam kantong yang baru pula”, demikian sabda Yesus, maka jika
anggur baru disimpan dalam kantong yang sudah tua dengan sendirinya akan
berantakan semuanya. Ketika kita kurang bergairah, berbahagia dan ceria dalam
hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita ada kemungkinan kita tidak berjiwa
baru sebagaimana diharapkan, yaitu mengikuti dan menghayati dengan setia
janji-janji yang pernah kita ikrarkan. Jika demikian adanya maka kita
selayaknya berani berpuasa atau bermatiraga. Puasa atau matiraga antara lain
berarti mengendalikan gairah atau nafsu raga sesuai dengan kehendak Tuhan,
bukan sesuai dengan selera atau keinginan diri sendiri. Apa-apa yang menjauhkan
diri kita dengan Tuhan dan sesama harus
kita tinggalkan atau buang, itulah salah satu bentuk matiraga, entah itu
makanan, minuman, cara berpikir, cara merasa, cara bersikap, cara bertindak ,
dst… Sebaliknya jika kita senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan yang
menjadi nyata bersama, bersahabat dan bersaudara dengan siapapun atau apapun
kiranya kita tidak perlu berpuasa atau matiraga. Salah satu tujuan matiraga
atau puasa lahir adalah untuk “mengalahkan
diri, maksudnya supaya nafsu taat kepada budi, dan semua kemampuan-kemampuan
yang lebih rendah makin tunduk kepada yang lebih luhur” (St.Ignatius
Loyola, LR no 87).

· “Dalam
hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan
ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut,
dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”(Ibr 5:7), demikian berita tentang Imam Besar. Sebagai
orang beriman kita dipanggil untuk menghayati imamat umum kaum beriman, dan
rasanya kita juga dipanggil untuk “mempersembahkan
doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia” serta hidup saleh. Saleh yang dalam bahasa
Jawa “sumeleh”berarti “patuh dan bersandar kepada Allah Yang Maha
Esa. Manusia sebagai hamba hanya lah berusaha dan keberhasilannya tergantung
Kuasa Tuhan yang maha Esa, maka dengan sumeleh ini manusia di harapkan tak
mudah putus asa dan teguh dalam usahanya”.(anonim). Marilah baik dalam hidup, bekerja atau tugas apapun dan dimanapun kita
kita senantiasa menyandarkan diri kepada Allah dan tidak pernah putus asa atau
lesu ketika harus mengahadapi aneka tantangan dan hambatan. Ingatlah, sadari
dan hayatilah bahwa segala sesuatu tergantung dari Allah, maka bersama dan
bersatu dengan Allah kita akan mampu menghadapinya atau mengatasinya. Bersama
dan bersatu dengan Allah kita senantiasa akan berhasil atau sukses dalam
melaksanakan tugas pengutusan atau menghayati panggilan kita. Kita semua
dipanggil untuk menghayati imamat umum kaum beriman maksudnya antara lain
adalah mempersembahkan diri seutuhnya dan segala sesuatu kepada Allah, serta
meneruskan rahmat atau berkat Allah kepada sesame manusia dan ciptaan-ciptaan
lainnya di dunia ini.



“Demikianlah
firman TUHAN kepada tuanku: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat
musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu."Tongkat kekuatanmu akan diulurkan
TUHAN dari Sion: memerintahlah di antara musuhmu! Pada hari tentaramu bangsamu
merelakan diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan fajar
tampil bagimu keremajaanmu seperti embun” (Mzm 110:1-3)



Jakarta, 19 Januari 2009 .

Senin, 15 Desember 2008

“Mereka mengira bahwa Ia adalah hantu”

“Mereka mengira bahwa Ia adalah hantu”

(1Yoh 4:11-18;
Mrk 6:45-52)



“Sesudah itu Yesus segera memerintahkan
murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke
Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Setelah Ia berpisah
dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa. Ketika hari sudah malam perahu itu
sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat. Ketika Ia melihat
betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga
malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati
mereka. Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia
adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, sebab mereka semua melihat Dia dan
mereka pun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka:
"Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Ia naik ke perahu
mendapatkan mereka, dan angin pun redalah. Mereka sangat tercengang dan
bingung, sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati
mereka tetap degil” (Mrk 6:45-52), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

·
Orang yang sedang
dalam ketakutan, bingung atau frustrasi pada umumnya tidak tajam melihat atau mendengarkan
sesuatu, bahkan apa yang dilihat atau didengarkannya sering membuat semakin
takut, bingung atau frustrasi. Itulah kiranya yang dialami oleh para rasul,
yang kurang beriman, ketika di tengah malam di tengah danau diombang-ambingkan
angin sakal, yang mengira Yesus adalah hantu. Namun ketika Yesus brrsabda :”Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”, angina
sakal pun reda dan mereka menjadi tenang. Maka bercermin dari pengalaman para
rasul tersebut kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian: hendaknya tidak
perlu takut atau bingung ketika harus menghadapi aneka macam masalah atau
tantangan kehidupan, melainkan tenanglah. Orang yang takut dan bingung memang
akan menjadi ‘buta’ alias kurang peka, tajam dan cermat melihat atau menghadapi
segala sesuatu, dan ketika bertindak pasti akan merusak. Sebaliknya jika kita
tetap tenang yang berarti ‘ati wening’
(berhati jernih), maka kita akan dapat melihat segala sesuatu dengan tajam,
cermat dan tepat,, siapa itu sesama kita, siapa itu Tuhan dan apa itu harta
benda, sehingga dapat bertindak atau berperilaku benar dan menyelamatkan atau
membahagiakan. Ingatlah dan sadarilah serta hayatilah bahwa Tuhan senantiasa
hadir dan berkarya dalam kebersamaan maupun kerja kita dimanapun dan kapanpun.
Kehadiran dan karyaNya dapat kita lihat dan nikmati dalam apa yang baik, luhur,
mulia dan benar dalam lingkungan hidup kita, dan memang hanya dapat kita lihat
dan nikmati ketika kita dalam ketenangan atau keheningan. Percayalah dan
imanilah bahwa apa yang baik, luhur, mulia dan benar di lingkungan hidup kita
lebih banyak daripada apa yang tidak baik, jahat atau amburadul.

·
“Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih
yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan
barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh 4:18), demikain pesan atau nasihat Yohanes kepada kita
semua. Dekatilah, sapalah dan perlakukanlah segala sesuatu dalam dan oleh
kasih. Binatang buas atau berbisa pun dapat ditaklukkan dan menjadi sahabat
kita ketika didekati, diperlakukan dalam dan oleh kasih, sebagaimana telah
dihayati oleh para ‘pawang’. Tanaman atau aneka jenis tumbuhan dapat hidup,
tumbuh berkembang dengan baik ketika dirawat dengan penuh cintakasih. Memang
aneh dan nyata apa yang sering terjadi: orang lebih mengasihi binatang, tanaman
atau harta benda daripada manusia. Kasih memang sungguh menghancurkan aneka
macam bentuk ketakutan, maka dekatilah, sapalah dan sentuhlah segala sesuatu
yang nampak atau dirasa menakutkan dalam dan oleh kasih, karena segala sesuatu
ada, diadakan atau diciptakan dalam dan oleh kasih, dan hanya dapat tumbuh
berkembang dalam dan oleh kasih. Yang sering terjadi dan memprihatinkan adalah
orang takut untuk dioperasi, takut disuntik oleh dokter dst.., padahal yang
bersangkutan sakit. Takut sebenarnya berarti ‘kalah sebelum perang’ dan tidak
hidup dalam dan oleh kasih, dan dengan demikian orang yang bersangkutan
terhukum dengan.sendirinya, alias menghukum atau menyengsara-kan diri sendiri.
Maka dengan ini kami berharap dan berpesan: para pelajar atau mahasiswa
hendaknya jangan takut menghadapi ulangan umum atau ujian, mereka yang sedang
sakit hendaknya jangan takut berobat, ketika berjalan sendirian atau tinggal di
rumah sendirian tidak perlu takut, dst… Pendek kata dekatilah dan perlakukanlah
segala sesuatu dengan ‘bahasa kasih’ dan mungkin hanya melalui ‘bahasa tubuh’,
tanpa kata-kata, misalnya dengan membelai, mencium, meraba, dst.., atau gerakan
anggota tubuh kita.



“Kiranya semua raja sujud menyembah
kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! Sebab ia akan melepaskan orang
miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak
punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan
menyelamatkan nyawa orang miskin”
(Mzm 72:11-13)

Jakarta, 7 Januari 2009

“Sesungguhnya pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Zef 3:1-2.9-13; Mat 21:28-32)

“Sesungguhnya pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

(Zef 3:1-2.9-13; Mat 21:28-32)



"Tetapi apakah pendapatmu tentang
ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan
berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak
itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang
kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi
kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang
melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata
Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut
cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam
Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran
kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya,
tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Mat 21:28-32),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

· Para
pejabat tinggi atau wakil rakyat dll., ketika sedang mengangkat sumpah jabatan
dengan lantang dan tegas berjanji untuk mengabdi atau melayani rakyat, namun
dalam pelaksanaan kerja sehari-hari sering lebih mengabdi atasan atau pejabat
daripada rakyat. Sebaliknya entah secara pribadi atau organisatoris, yang pada
umumnya adalah rakyat biasa, tanpa bersumpah mereka dalam pelayanan atau
kesibukan sehari-hari senantiasa hidup bersama dan demi rakyat, terutama yang
miskin dan berkekurangan. Erosi sikap mental atau pengahayatan sumpah jabatan
mulai memudar pada umumnya terjadi ketika didekati oleh para kongklomerat atau
pengusaha yang kaya raya, dan demikian terjadilah kolusi antara pejabat dan
pengusaha untuk saling memperkaya diri dan melupakan kepentingan rakyat atau
orang kebanyakan. Maka benarlah apa yang
disabdakan oleh Yesus bahwa “sesungguhnya
pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Para pemungut cukai
atau pegawai pajak dan perempuan sundal alias pelacur sering harus bertindak
tidak sesuai dengan aturan atau tatanan hidup yang berlaku karena terpaksa,
mereka bertindak demikian karena memperoleh tekanan dari atasan/pejabat tinggi
atau menjadi korban pelecehan seks oleh mereka yang berduit/kaya akan uang.
Maka mereka ketika ada kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat atau
memperharui diri lebih mudah daripada para pejabat tinggi. Keunggulan hidup
beriman atau beragama terletak dalam penghayatan atau pelaksanaan bukan dalam
omongan atau upacara formal/liturgis. Marilah membuka hati, jiwa, akal budi dan
tubuh atau tenaga kita terhadap ‘tawaran-tawaran jalan kebenaran’ yang
mendatangi atau disampaikan kepada kita melalui berbagai kesempatan. Ketika ada
tawaran untuk berbuat baik, tanpa pikir panjang atau diskusi, hendaknya
langsung dilaksanakan atau dikerjakan.

· “Di antaramu
akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan
mencari perlindungan pada nama TUHAN” (Zef 3:12). Kutipan ini kiranya baiik menjadi permenungan atau
refleksi kita. Marilah kita buka ‘mata’ kita untuk melihat umat atau
saudara-saudari kita yang rendah hati dan lemah, antara lain para pembantu
rumah tangga atau pengemis, yang memang sedang ‘mencari perlindungan pada nama Tuhan’ melalui siapapun yang baik dan murah hati.
Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk menjadi ‘pemurah’ yaitu orang yang
memiliki “sikap dan perilaku yang murah
hati, pengasih dan penyayang” (Prof Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 21). Murah hati
berarti menjual hatinya dengan harga murah alias senantiasa memberi perhatian
kepada siapapun terutama yang lemah, miskin dan berkekurangan.Kemurahan hatinya
diwujudkan secara konkret dengan memberi sapaan, sentuhan, ciuman, makanan atau
minuman, pakaian dst.., sesuai dengan apa yang sungguh dibutuhkan oleh mereka
yang lemah, miskin dan berkekurangan. Marilah menjadi ‘tangan-tangan Tuhan’
dengan mengulurkan kasih dan bantuan kepada mereka yang sungguh membutuhkan:
pertama-tama dan terutama mereka yang dekat dengan kita, entah dalam satu
keluarga, kampong/RT/RW atau lingkungan tempat kerja, dst.. Hendaknya juga
jangan menjadikan mereka yang lemah dan miskin untuk memperkaya diri, yang
sering dilakukan oleh aneka paguyuban atau organisasi: menjadikan orang lemab
dan miskin untuk mencari proyek bantuan dan setelah bantuan diterima dinikmati
sendiri dan tidak diteruskan kepada mereka yang berhak.



“Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka
mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang
tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala
kesesakannya Wajah TUHAN menentang
orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari
muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar,
dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya” (Mzm 34:6-7.17-18)



Jakarta, 16 Desember 2008

Minggu, 14 Desember 2008

"Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?”

"Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?”

(Bil 24:2-7,15-17; Mat 21:23-27)



“Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan
ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa
Yahudi kepada-Nya, dan bertanya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan
hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?" Jawab
Yesus kepada mereka: "Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu
dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu
dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes?
Dari sorga atau dari manusia?" Mereka memperbincangkannya di antara
mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata
kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? Tetapi
jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada orang banyak, sebab semua
orang menganggap Yohanes ini nabi." Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami
tidak tahu." Dan Yesus pun berkata kepada mereka: "Jika demikian, Aku
juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.” (Mat 21:23-27),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

· Jika ada tokoh baru dan muda muncul, lebih berwibawa
dan berpengaruh dalam kehidupan bersama, entah hidup bermasyarakat, bernegara,
berbangsa atau beragama, maka tokoh-tokoh lama yang lebih tua sering merasa
tersaing dan tersingkirkan dan kemudian berusaha menjatuhkan tokoh baru yang
muncul dengan berbagai pertanyaan. Itulah kiranya yang terjadi secara
sosio-politis apa yang diwartakan dalam bacaan Injil hari ini ketika ‘imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi’ menyampaikan
pertanyaan kepada Yesus "Dengan
kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa
itu kepada-Mu?". Pertanyaan tersebut bukan karena kebodohan atau
ketidak-tahuan mereka, melainkan dimasudkan untuk menjatuhkan Yesus, maka
Yesuspun juga tidak menjawab pertanyaan mereka, bahkan menyampaikan pertanyaan
kepada mereka: “Dari manakah baptisan
Yohanes? Dari sorga atau dari m,anusia?”. Mereka tidak berani menjawab
karena takut. Baiklah bercermin dari dialog antara Yesus dengan imam-imam
kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di atas, kami mengajak anda sekalian sbb:
marilah kita terbuka terhadap aneka macam bentuk pembaharuan yang muncul atau
ada di sekitar kita, apalagi apa yang baru tersebut sungguh berpengaruh dan
bermanfaat bagi masyarakat umum atau orang kebanyakan/rakyat., entah datangnya
dari yang tua atau yang muda. Pada umum pembaharuan memang datang dari yang
kemudian, yang lebih muda, maka berilah kesempatan kepada mereka yang lebih
muda untuk lebih berperan dan berfungsi di dalam kehidupan dan kerja bersama.
Sadari dan hayati bahwa segala bentuk atau usaha pembaharuan yang bermanfaat
bagi orang banyak atau rakyat atau kebaikan umum adalah berasal dari Allah atau
sorga, sebagai persiapan diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia untuk
menyelamatkan seluruh dunia seisinya.

· "Tutur kata
Bileam bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya; tutur kata orang yang
mendengar firman Allah, dan yang beroleh pengenalan akan Yang Mahatinggi, yang
melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa, sambil rebah, namun dengan mata
tersingkap” (Bil 24:15-16). Kutipan ini layak menjadi permenungan atau
refleksi kita. Apa yang baik indah, luhur dan mulia adalah berasal dari Allah,
dan ada dimana-mana, di dalam seluruh ciptaanNya, entah dalam binatang,
tanaman, manusia atau di langit dan alam raya. Maka dalam rangka mempersiapkan
diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia ini, marilah kita lihat dan
imani apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar kita, terutama
atau pertama-tama dalam diri sesama manusia. Dengan kata lain marilah kita
berpikir positif terhadap sesama manusia; kita sinerjikan apa yang baik, indah,
luhur dan mulia yang ada dalam diri kita masing-masing untuk membangun dan
mengembangkan hidup bersama yang damai sejahtera, persaudaraan atau
persahabatan sejati, yang dambakan oleh seluruh umat manusia. Rasanya apa yang
baik, indah, luhur dan mulia lebih-lebih ada dalam diri anak-anak atau generasi
muda daripada dalam diri orangtua. Perhatikan dan cermati keceriaan, kegairahan
dan kelincahan anak-anak, yang jarang marah dan menggerutu atau mengeluh serta
penuh dengan harapan bagi masa depan alias siap sedia untuk diperbaharui. Jika
ada mampu mengimani keceriaan, kegairahan, keincahan dan keterbukaan anak-anak
sebagai yang berasal dari Allah, maka mata hati anda akan lebih terbuka untuk
melihat apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar anda, di
dalam masyarakat maupun di tempat kerja.



“Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih
setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku
pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi
ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya
TUHAN.TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang
yang sesat.Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia
mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati “ (Mzm 25:6-9) .

Jakarta, 15 Desember 2008.

Kamis, 11 Desember 2008

“Hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya”

“Hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya”

(Yes 48:17-19; Mat 11:16-19)



“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan
ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada
teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami
menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia
tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian
Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia
seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi
hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.” (Mat 11:16-19), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· “Kalau tinggal di rumah terus dikomentari tidak
bekerja, sebaliknya ketika banyak meninggalkan rumah alias sering bepergian
dikomentari tidak kerasan tinggal di rumah, dst..”, begitulah sering kita
dengar kritik atau komentar, mungkin merupakan perhatian atau asal komentar
alias yang bersangkutan memang memiliki kebiasaan menilai, mengritik atau
mengomentari orang lain. Mereka tidak mau bertanya atau memahami apa yang
dilakukan orang lain, namun hanya melihat sekilas apa yang terjadi atau dilakukan.
“Hikmat Allah dibenarkan oleh
perbuatannya”, demikian sabda Yesus. Maka marilah kita menilai atau
menyikapi sesama atau saudara-saudari kita setelah dengan cermat melihat apa
yang dibuatnya alias setelah mereka mengakhiri kegiatannya bukan sebelumnya. Sebaliknya
kita sendiri masing-masing hendaknya lebih mengutamakan perbuatan atau perilaku
daripada omongan atau wacana. Renungkan dan hayati pemahaman ini :” Sesungguhnya pengertian budi pekerti yang
paling hakiki adalah perilaku. Sebagai
perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku” (Prof
Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 4). Bukanlah perilaku seseorang tidak mungkin dinilai
dari/ melalui pengamatan sesaat atau
sebentar saja? Maka hendaknya dalam
menilai, memberi saran, menasihati atau mengritik orang lain, dengarkan dengan
rendah hati dahulu pengalaman-pengalaman kerja atau usahanya: pujilah apa yang
baik dan luruskan dengan rendah hati apa yang dinilai tidak baik. Evaluasi,
refleksi atau mawas diri merupakan keutamaan yang harus menjadi kebiasaan
penghayatan hidup dan cara bertindak kita, sebagaimana menjadi kebiasaan
mengadakan ‘pemeriksaan batin’ setiap hari di akhir hari/kegiatan atau
menjelang istirahat/tidur malam.

· "Akulah
TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang
menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan
perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak
pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti
gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan
seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan
dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku.”(Yes 48:17-19). Marilah kita lihat, kenangkan, renungkan dan hayati
perintah-perintah Tuhan kepada kita, sesuai dengan panggilan dan tugas
pengutusan kita masing-masing. Semua perintah kiranya dapat dipadatkan menjadi
perintah untuk ‘saling mengasihi’, maka baiklah kita mawas diri perihal
perintah ‘saling mengasihi’. ”Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7), demikian ajaran kasih dari
Paulus. Dari ajaran kasih di atas ini kiranya yang mendesak dan up to date
untuk kita hayati dan sebarluaskan adalah ‘tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain’, mengingat dan
memperhatikan begitu banyak orang menyimpan kesalahan sesamanya, yang
berkembang menjadi marah atau bermusuhan. Marah berarti melecehkan atau
merendahkan yang lain, melanggar hak azasi manusia/harkat martabat manusia.
Pemarah hemat saya identik dengan orang sombong. Hendaknya jangan menyimpan
kesalahan orang lain, tetapi simpan dan angkat kembali kebaikan-kebaikan yang
lain. Marilah berpikir positif terhadap sesama dan saudara-saudari kita, yang
berarti senantiasa melihat, mengakui dan mengimani kebaikan-kebaikan orang lain
dan dengan demikian kita akan menikimati damai sejahtera lahir dan batin,
jasmani dan rohani.



“Berbahagialah orang yang tidak berjalan
menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan
yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat
TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang
ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang
tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm 1:1-3)

Jakarta, 12 Desember 2008

Selasa, 09 Desember 2008

“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu,”

“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu,”

(Yes 40:25-31; Mat 11:28-30)



“Marilah kepada-Ku, semua yang letih
lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang
Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan
jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku
pun ringan.”(Mat 11:28-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

· Mengapa orang mempunyai ‘isteri atau suami kedua’ atau
WIL atau PIL? , dan orang akan lebih mesra dengan WIL atau PIL-nya daripada
dengan isteri atau suaminya sendiri? Apakah isteri kurang cantik atau suami
kurang tampan? Yang terjadi kiranya entah isteri atau suami membuat ‘letih lesu dan berbeban berat’ karena rewel,
cerewet, aneh-aneh serta menuntut tanggungjawab; sementara itu WIL atau PIL
tidak menuntut tanggungjawab melainkan uang. Setia pada yang utama dan pertama
memang sarat dengan tantangan dan hambatan serta dapat membuat orang menjadi
atau merasa ‘letih lesu dan berbeban berat’, namun setia pada yang pertama dan
utama adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. Maka marilah kita pikul
‘kuk’ (panggilan, tugas pengutusan atau tanggungjawab) yang dipasang di ‘bahu’
kita dan belajar dari Yesus, Tuhan dan guru kita, yang telah melaksanakan
dengan sempurna dengan menderita sampai wafat di kayu salib. Derita yang lahir
dari kesetiaan atau ketaatan pada kehendak Tuhan, panggilan dan tugas
pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati. “Setia adalah sikap dan perilaku yang
menunjukkan keterikatan dan kepedulian
atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr. Edy Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Maka baiklah kita ingat, kenangkan dan
refleksikan aneka janji yang pernah kita ikhrarkan: janji baptis, janji
perkawinan, janji imamat, kaul, janji pegawai/pelajar/mahasiswa atau sumpah
jabatan dst.. Untuk menghayati dan setia pada janji marilah kita hayati ajakan
atau peringatan ini: “Hendaklah kamu
dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam
Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil
2:5-8)

· “Tidakkah
kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi
dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak
terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah
semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan
teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN
mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan
kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan
tidak menjadi lelah” (Yes 40:28-31),
demikian peringatan nabi Yesaya kepada bangsa terpilih, kepada kita semua orang beriman. Kepada siapapun yang merasa lelah dan tak
bersemangat, marilah kita lihat, nikmati karya penciptaan Allah, antara lain
dalam aneka jenis tanaman dan bunga yang indah serta memikat, maupun
binatang-binatang yang tak pernah atau jarang mengeluh, mengesah maupun
menggerutu. Nikmatilah keindahan alam yang dihiasi oleh aneka jenis tanaman dan
bunga, maka anda akan digairahkan kembali. Secara khusus saya ingatkan
orang-orang muda atau rekan muda-mudi dan anak-anak: hendaklah jangan lesu dan
tak bersemangat, entah dalam belajar, hidup maupun pergaulan. Tunjukkan
kegairahan dan kegembiraan anda, sebagai orang muda yang masih memiliki masa
depan begitu panjang. Hendaklah senantiasa dengan rendah hati, gembira, penuh
harapan dalam belajar, dengan demikian anda akan dapat belajar dengan baik dan
diperkaya oleh berbagai macam masukan yang anda dengar dimanapun dan kapanpun. Jadilah
anda bagaikan ‘rajawali’ yang terbang, berlari ataupun berjalan tidak menjadi
lesu/lelah. Untuk itu hendaknya menjaga kebugaran dan kesegaran diri anda,
antara lain dengan makan dan minum sesuai dengan motto ‘empat sehat lima
sempurna’, berolahraga secara teratur, istirahat secara teratur serta
senantiasa berpikiran positif terhadap yang lain. Jauhkan aneka cara hidup atau
cara bertindak yang mudah merusak diri anda, misalnya: begadang tanpa perlu,
minuman keras, narkoba atau aneka obat terlarang maupun free-sex, dst.



“Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah
nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan
janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu,
yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang
kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,” (Mzm 103:1-4)



Jakarta, 10 Desember 2008

Kamis, 04 Desember 2008

"Jadilah kepadamu menurut imanmu."

"Jadilah kepadamu menurut imanmu."

(Yes 29:17-24; Mat 9:27-31)



“Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya
dari sana, dua orang
buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai
Anak Daud." Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua
orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah
kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami
percaya." Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: "Jadilah
kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka. Dan Yesus pun dengan
tegas berpesan kepada mereka, kata-Nya: "Jagalah supaya jangan seorang pun
mengetahui hal ini." Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh
daerah itu” (Mat 9:27-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini



Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

· Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada
Tuhan, dan iman pertama-tama dan terutama harus dihayati atau dilaksanakan
bukan diomongkan atau didiskusikan. Maka marilah kita menghayati iman dalam
hidup sehari-hari, dengan dan dalam iman kita hidup dan bertindak. Rasanya
untuk membiasakan diri dalam hal penghayatan iman pertama-tama dalam hal atau
perkara yang biasa-biasa saja, misalnya dalam hal makan, minum dan tidur, yang
menjadi kegemaran banyak orang. Jika dalam hal atau perkara yang sederhana dan
biasa ini orang tidak menghadapi masalah kiranya dengan mudah ia dapat
menghayati iman dalam hal-hal atau perkara-perkara yang lebih besar dan rumit. Makan
dan minum dengan iman berarti orang dapat menikmati jenis makanan dan minuman
macam apapun asal tidak beracun atau membahayakan kesehatan tubuh. Maklum cukup
banyak orang mengalami kesulitan atau hambatan ketika mereka berada di tempat
lain/asing yang memiliki jenis makanan dan minuman berbeda dengan apa yang
dinikmati setiap harinya. Maka marilah ketika kita berada di tempat lain/asing
disediakan atau dihidangkan makanan dan minuman sesuai kebiasaan atau tradisi
setempat, yang mungkin tidak sesuai dengan selera atau minat pribadi, kita
santap dan nikmati makanan serta minuman tersebut dalam dan dengan iman.
Marilah kita berpedoman: “Jika orang
setempat makan dan minum yang sama tetap sehat dan tidak mati, maka saya makan
dan minum pasti tetap sehat dan segar”. Jika makanan dan minuman tidak
sesuai dengan selera tetapi sehat , maka langsung telan saja tanpa dikunyah dan
percayalah Tuhan menganugerahi ‘mesin penggiling yang luar biasa’ untuk
mengolah makanan dan minuman tersebut demi kesehatan dan kebugaran tubuh kita.
Hal yang sama adalah tidur: ada orang sulit atau tidak dapat tidur ketika ganti
tempat tidur/ditempat lain, yang berarti yang bersangkutan tidak/kurang
beriman. Sekali lagi jika orang tidak mengalami kesulitan atau hambatan dalam
menikmati aneka makanan dan minuman serta tidur, hemat saya yang bersangkutan
selamat, damai sejahtera dan dengan demikian ia dapat dengan semangat iman
hidup bersama, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan baik. “Jadilah kepadamu menurut imanmu”

· “Pada waktu
itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas
dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Orang-orang
yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di
antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus” (Yes 29:18-19), demikian kata-kata hiburan yang penuh
harapan dari Yesaya. Beriman memang harus dilengkapi atau disempurnakan dengan
harapan dan cintakasih. Maka kepada siapapun yang merasa tuli, buta atau sengsara,
entah secara spiritual maupun phisik, kami harapkan untuk tetap bergairah dan
bergembira, ceria. Bukalah hati dan jiwa anda terhadap sapaan dan sentuhan
Allah, agar dalam ketulian dan kebutaan maupun kesengsaraan anda dikuatkan dan
digairahkan olehNya. Untuk itu memang butuh matiraga atau lakutapa, lebih-lebih
secara lahir atau phisik (lihat: Ignatius Loyola, LR no 83-85) , misalnya:
dalam hal makan dan tidur mengurangi apa
yang normal bukan yang berlebihan, dalam hal badan atau tubuh, memberi padanya kesakitan
yang terasa tetapi tidak membahayakan kesehatan tubuh. Tujuan lakutapa lahir
atau matiraga adalah untuk “menyilih
dosa-dosa masa lampau, mengalahkan diri dan mencari dan mendapatkan suatu
rahmat atau anugerah, yang dikehendaki atua diinginkan” (ibid . no 87). Jika
dalam lakutapa lahir orang menghasilkan buah-buah yang diharapkan, maka yang
bersangkutan “akan tambah bersukaria
dalam Tuhan, bersorak-sorai dalam Yang
Mahakudus”. Lakutapa lahir kiranya juga merupakan bentuk cintakasih,
yaitu mengasihi diri sendiri.



“Sesungguhnya,
aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!
Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN
“ (Mzm 27:13-14)



Jakarta, 5 Desember 2008